Kala melirik jam di tangannya. Sudah hampir jam segini, tapi kenapa tidak ada respon dari Sea. Hatinya mendadak khawatir. Sebenarnya apa yang sedang dilakukan perempuan itu hingga dari semalam tidak ada satu telepon atau pesan yang diresponnya.
Kala kian gelisah tak kunjung mendapatkan kabar dari Sea. Sama sekali tidak ada balasan. Rasanya seperti ada bagian dari tubuhnya yang mulai rindu atas sahutan dan guyonan Sea. Sayangnya, rindu ini mulai berubah jadi kecemasan.
Dan kecemasan itu terbaca oleh Roy yang kebetulan masuk ke ruang praktek Kala. Karena belum ada pasien yang datang, Roy leluasa untuk masuk ke ruangan Kala.
"Kenapa muka lo? Kusut amat," tanya Roy sambil menyerahkan laporan yang diminta Kala.
"Gue nggak bisa hubungin Sea," balas Kala sambil menyandarkan punggungnya ke bangku kerjanya.
"Lagi istirahat mungkin." Roy mencoba menenangkan orang di depannya itu.
"Tapi Sea nggak biasanya begini. Sesibuk apapun, pasti ujung-ujungnya dibalas. Masalahnya ini nggak."
"Belum mungkin. Siapa tahu dia sibuk banget karena kemarin terpaksa bolos gara-gara pingsan."
Kala terdiam, ucapan Roy mungkin ada benarnya. Mungkin perasaannya saja yang berlebihan.
"Jangan berlebihan cemasnya. Percaya deh sama gue. Nanti pasti dibalas. Lagian ingat, Kal. Sea itu belum siapa-siapa lo. Belum wajib juga bagi dia untuk laporan sama lo," ujar Roy mengingatkan.
Sial! Benar juga. Kenapa gue nggak kepikiran? gerutu Kala dalam hati.
"Iya, lo benar." Kala terpaksa setuju dengan ucapan Roy.
"Terima kasih atas pengakuannya," ledek Roy.
Seketika Kala melempar senyum hambar ke arahnya
"Senyum tuh yang tulus."
"Nggak bisa." Kala langsung menangkis telak usulan Roy itu.
"Dilanda galau?" Roy meledek sahabatnya itu.
Kala bangkit dan tanpa 'ba-bi-bu-be-bo' langsung menginjak sepatu Roy yang nampaknya baru.
"Aduh! Sakit gila." Roy menarik kakinya. Sakitnya menjalar sampai ke ubun-ubun. Lalu ditatapnya jejak sepatu Kala yang membekas di atas sepatunya. Sepatu putih barunya auto kotor.
"Kalaaa... sepatu gue jadi kotor," sungut Roy kesal.
"Sepatu gue mau kenalan sama sepatu baru lo," pungkas Kala santai.
"Bersihin nggak! Dasar sahabat tidak tahu diri."
"Ogah." Kala melengos pergi dari ruang prakteknya sendiri, meninggalkan Roy yang masih sibuk membersihkan sepatunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita dan Takdir (TAMAT)
RomanceTentang jiwa-jiwa yang memendam, namun berharap terikat dalam satu ikatan takdir. Tentang sebuah tanya atas nama-nama yang tersebut memang sudah tertulis untuk saling berdampingan? Tentang kekuatan hati yang apakah mampu mematri dalam derasnya kead...