"Dek, sarapan yuk," ajak Yunita yang tiba-tiba muncul dari balik pintu kamar. Yunita mendapati adik iparnya sedang melamun. Diam tertegun menatap layar ponselnya.
"Dek," panggil Yunita sekali lagi.
Sea terhenyak dan langsung menyahut, "Iya, Mbak."
"Sarapan yuk." Yunita terpaksa mengulangi ajakannya kepada Sea.
"Oh iya, Mbak. Bentar lagi aku nyusul ke meja makan."
"Oke. Jangan lama-lama."
"Iya, Mbak."
Sea kembali menatap layar ponselnya. Kala kembali menyapanya melalui pesan singkat. Menanyakan kondisinya hari ini. Sea bingung harus menjawab apa? Sejujurnya, sekarang Sea sendiri yang merasa bodoh karena memilih kabur ke sini dan membuat keadaan menjadi rumit.
Tak lama, Samudera datang dan kembali mengajak Sea sarapan.
"Kata Mbak Yu, kamu melamun lagi. Ada apa?"
Sea mengangkat ponselnya dan menunjukkan isi pesan masuk dari Kala.
"Kala lagi?" Samudera bersedekap dada. Sepertinya adiknya sedang galau maksimal.
Sea mengangguk pelan.
"Dia kirim pesan kenapa nggak kamu balas?" Samudera mulai gemas pada kelakuan Sea.
"Bingung jawab apa?"
"Kamu nih. Sekarang kakak tanya mau dijawab atau didiamkan?"
Sea kembali mengangkat bahunya pertanda tidak tahu. Sea sejujurnya ingin membalas, tetapi gengsi.
"Gengsi mau balas pesannya?" ungkap Samudera tiba-tiba.
"Ya ampun, Mas. Ilmu baca pikirannya nggak kira-kira."
Samudera tertawa kecil mendapati lagi-lagi tebakannya betul. "Mas nggak bisa baca pikiran, Sea. Mukamu itu cukup memperlihatkan kegengsianmu."
"Ih..."
"Udah, jawabnya nanti aja setelah sarapan. Mas udah lapar banget. Masih kuat kan nahan rindunya?"
"Astaga, Mas."
"Hahaha..."
Sea meletakkan ponselnya di meja belajar keponakannya dan segera mengikuti Samudera keluar dari kamar itu.
***
"Halo ponakan tante." Sea mengusap kepala keponakannya yang bernama Banyu. Anak pertama kakaknya.
"Hai, Tante." Banyu mengambil tangan Sea dan segera menciumnya.
"Ih pintar banget." Sea mengacungkan jempol ke arah kakaknya. Sang kakak membalas respon Sea dengan bangganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita dan Takdir (TAMAT)
Roman d'amourTentang jiwa-jiwa yang memendam, namun berharap terikat dalam satu ikatan takdir. Tentang sebuah tanya atas nama-nama yang tersebut memang sudah tertulis untuk saling berdampingan? Tentang kekuatan hati yang apakah mampu mematri dalam derasnya kead...