Setelah beberapa jam sendirian, Samudera akhirnya datang lagi untuk menemani Sea. Sebuah tas ransel berisi laptop dan baju yang tersampir di pundaknya juga jadi tanda bahwa malam ini dirinya sudah siap untuk menginap.
Begitu masuk, rupanya Sea sedang tertidur pulas. Samudera meletakkan tasnya di sofa pelan-pelan. Samudera terkikik sendiri saat membahas sofa. Begitu sadar dari pingsannya, Sea sempat memekik sebal pada dirinya. Sea protes saat dimasukkan ke kamar VIP.
Flashback on
"Lagian ngapain sih mas masukin aku ke kamar VIP. Ruangan yang biasa aja kan bisa. Sayang uangnya," keluh Sea tidak terima.
"Dih, bawel. Lagian uang mas ini, hak mas dong."
"Ya tapi kan sayang. Sea nggak apa-apa kok di ruangan biasa."
"Masnya yang kenapa-napa. Masa adik mas sakit, ditaruh di kelas yang biasa. Tercoreng dompet mas yang tebal ini. Hahaha..."
"Dih, sok borju. Tau ah, Sea sebal. Sayang tahu uangnya. Kan, bisa mas pakai untuk kebutuhan lain."
"Ssssttt... Berisik. Istirahat aja."
Flashback off
Kalau mengingat itu Samudera bahkan sampai terbahak melihat ekspresi kesal Sea yang sangat mirip sekali dengan Air, anak bungsunya.
Tanpa sadar, Sea terbangun berkat tawa renyah Samudera barusan.
"Mas ngapain ketawa sendirian?" ujar Sea tiba-tiba dengan suara serak khas bangun tidur, "nyebut, Mas."
Samudera langsung mengatup bibirnya. "Eh, adiknya mas udah bangun. Nyenyak tidurnya? Pasti nyenyaklah. Bekas ilernya kelihatan." Samudera menunjuk ke arah pipi Sea.
Yang terciduk ngiler, langsung menghapus barang bukti sambil cengengesan. "Hehehe... Iya, aku baru bisa tidur nyenyak."
"Cieeee... berarti udah ada yang baikan ya? Soalnya dari kemarin susah tidur karena ada yang lagi berantem."
"Udah. Hehehe..." Tawa Sea makin menghiasi bibirnya.
"Bagus dong. Terus kapan mas bisa kenalan sama yang namanya Kala?" Memang Samudera ini paling bisa menggoda sang adik. Selalu sukses bikin mood adiknya drop lagi.
"Apaan sih, Mas?" Sea mendadak manyun.
"Kok apaan? Kan katanya kamu udah baikan sama Mona. Berarti bisa dong dikenalin."
"Kapan-kapan!"
"Kapan-kapan tuh kapan?" desak Samudera.
"Iya nanti," ulur Sea.
"Nantinya itu kapan?"
"Nantilah kalau ketemu."
"Oke."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita dan Takdir (TAMAT)
RomanceTentang jiwa-jiwa yang memendam, namun berharap terikat dalam satu ikatan takdir. Tentang sebuah tanya atas nama-nama yang tersebut memang sudah tertulis untuk saling berdampingan? Tentang kekuatan hati yang apakah mampu mematri dalam derasnya kead...