Part 27 - Kikuk

40 2 0
                                    


Part ini manis bangeeeeetttt... selamat membaca para penghuni kapal KITA DAN TAKDIR..

Setelah Sea merasa hatinya lebih tenang dari kecamuk yang mengecam dadanya barusan, akhirnya Sea memberanikan diri untuk membuka matanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah Sea merasa hatinya lebih tenang dari kecamuk yang mengecam dadanya barusan, akhirnya Sea memberanikan diri untuk membuka matanya. Berat ternyata. Tapi terpaksa dirinya buka untuk memastikan wajah-wajah yang mengkhawatirkannya. Dilihatnya Ajeng masih tertidur. Tak jauh dari Ajeng berdiri seseorang dengan jas putih. Seorang dokter yang sepertinya pernah Sea temui ketika hendak mencari keberadaan Pak De. Dari pin nama di jas putihnya tercetak jelas nama dr. Dimas Roy Atmaja.

Ada potongan puzzle yang sudah mulai tersusun. Sea menyadari bahwa klinik ini milik Kala dan Pak De ternyata bekerja di sini. Itu artinya Kala ialah bos Pak De. Lebih jelasnya lagi adalah Kala dan Pak De saling kenal. Adakah kemungkinan pemilik punggung itu adalah Kala? Sea harus memastikan itu. Harus!

Sea memanggil dokter itu, "Dokter," lirih terdengar.

Roy sontak menoleh. Wajahnya nampak lega. Akhirnya tuan putrinya Kala sadar juga, pikirnya. Roy segera menghampiri Sea. Lalu menyambut Sea dengan senyum.

"Gimana Mbak Sea? Apa yang sekarang dirasa?" tanya Roy yang kini sudah berdiri di dekat Sea.

"Masih sedikit pusing. Dan lengan saya masih agak nyeri," ulas Sea pelan-pelan.

"Kalau boleh tahu kejadiannya gimana ya hingga Mbak Sea dan rekannya bisa sampai luka-luka dan pingsan?" Roy mencoba memastikan kondisi psikis Sea dengan menanyakan kronologi tragedi tadi pagi. Adakah kejadian yang missed dari ingatannya. Karena Sea mengalami luka pada keningnya hingga sempat hidungnya mimisan sesaat. Khawatir terjadi gegar otak atau amnesia ringan.

Sea menghela nafas panjang dan terdiam sebentar, mencoba mengingat kejadian tadi. Lalu ia mulai bercerita, "Kosan kami kedatangan maling. Kami mencoba menangkap maling itu, Dok. Cuma tenaga malingnya kuat banget. Teman saya sempat diancam akan dicelakai pakai pecahan keramik pot tapi akhirnya dilempar ke lantai. Sementara saya didorong hingga kening saya terbentur tembok dan badan saya jatuh mendarat di atas rak sepatu. Sepertinya lengan saya terhantam rak itu. Pas saya bangun, malingnya sudah kabur."

Roy mendengarkan dengan seksama. Semakin lega hatinya. Sepertinya Sea masih bisa menceritakan kejadian itu secara lengkap tanpa ada yang terlupa. Itu artinya tinggal masalah apakah terjadi gegar otak atau tidak saja sekarang.

Tapi menelisik cerita Sea barusan, Roy juga tanpa sadar mendadak kesal sendiri dengan ulah si maling. Jika Kala mendengar bagaimana maling itu memperlakukan Sea dengan begitu kejamnya, entah sekesal apa nanti Kala? Jika Kala bertemu maling itu, sudah bisa dipastikan orang itu akan 'habis'. Minimal patah salah satu tulang yang menyangga tubuhnya.

"Oke. Sebelumnya saya mau memberi tahu bahwa tadi saat tiba di klinik, hidung Mbak Sea sempat mengeluarkan darah. Itu mungkin efek benturan yang tadi mbak ceritakan. Tapi saran saya, setelah ini mbak bisa cek lebih lanjut ke rumah sakit untuk memastikan apakah ada gejala yang mengarah kepada gegar otak."

Kita dan Takdir (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang