Part 30 - Melipir Menyendiri

37 2 0
                                    


Sea langsung mengunci kamarnya begitu sampai di kosan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sea langsung mengunci kamarnya begitu sampai di kosan. Tak berniat membukakan pintu untuk siapapun. Mona yang memang mengejar Sea akhirnya juga sampai di kosan tak lama kemudian. Melupakan motornya yang bahkan masih terparkir di klinik. Mona segera menghampiri kamar Sea. Walau sudah dilarang, Mona tetap mencoba membujuk Sea agar tidak marah lagi padanya.

"Mbak, buka dong pintunya. Jangan kayak gini," sahut Mona dari luar kamar Sea.

"Gue nggak mau diganggu, Mon," jawab Sea singkat

"Mbak... please maafin gue."

"Mon, tolong kasih gue ruang!" tegas Sea sekali lagi. Agak dengan nada yang lebih keras.

"Mbak..." panggil Mona lirih. Berharap Sea berubah pikiran.

Sayangnya, tak ada jawaban lagi dari Sea. Mona sadar usahanya akan sia-sia jika tetap memaksa. Sepertinya Mona harus mengalah dan memberi ruang untuk Sea. Memberikan waktu untuk Sea memahami ini semua. Mona melipir pergi kembali memasuki kamarnya sendiri. Terduduk di atas kasurnya. Mengamati kamarnya yang masih berantakan. Ditendangnya bantal guling yang masih berada di lantai akibat ulah sang maling. Mona berteriak kesal lalu ikutan menangis.

Sea mendengar teriakan itu, tetapi Sea hanya terdiam. Hatinya juga sakit. Salah Mona hanya satu yaitu berbohong. Dan itu sangat fatal. Air mata Sea kembali mengalir. Terisak dalam diam.

***

Roy mengetuk pintu ruang praktek Kala. Kala terlihat sedang menuliskan resep obat untuk pasien di depannya itu. Kala memberi kode tangan untuk menunggunya sebentar. Roy kembali menutup pintu dan menunggu di depan. Tak lama, pasien Kala keluar. Roy buru-buru masuk dan duduk di bangku yang tadi diduduki pasien.

"Ada apa?" tanya Kala sambil membereskan buku resepnya. Lalu meletakkan stetoskopnya di meja.

"Sea sama Mona udah pulang ya," lapor Roy setenang mungkin agar Kala tidak curiga.

"Kok nggak kabarin gue sih?" sahut Kala.

"Lo tadi masih ada pasien. Jadi mereka tadi pamit sama gue." Asli berbohong itu tidak mudah. Apalagi sama bosnya sendiri.

"Tapi Sea udah lo cek lagi kan? Benar udah nggak apa-apa?" tanya Kala memastikan.

"Aman." Tak ada kata lain yang bisa diutarakan. Bagaimana gue mau ngecek kondisi Sea sebelum meninggalkan klinik? Orangnya saja sudah keburu kabur. Ya, jelas belum sempatlah, ujar Roy dalam hati.

"Oh ya udah, kalau gitu," balas Kala mengiyakan tanpa bertanya lagi.

Roy bernafas lega. Setidaknya dirinya tak perlu lama-lama diinterogasi Kala. Roy mengucap syukur dalam hati sambil menghela nafas panjang.

"Kenapa lo?" Kala melirik Roy yang nampak gusar dan salah tingkah, "tegang amat kayak lagi nyembunyiin sesuatu?"

"Hahaha... Nyembunyiin apaan," kilah Roy, "gue tuh mau balik cepat. Cuma ngeri elo nggak izinin."

Kita dan Takdir (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang