Sea sudah berada di ruang rawat, setelah sekitar satu jam menunggu proses pemindahan dari ruang IGD. Sebenarnya Sea memaksa pulang, tapi Samudera menyuruhnya tetap dirawat agar dirinya bisa istirahat maksimal disini. Sea pun memilih menurut.
Ayah dan Ibu Sea juga sudah datang karena kebetulan bertepatan dengan jam kunjungan. Mengingat Banyu dan Air masih kecil jadi keduanya tidak diperbolehkan masuk ke dalam rumah sakit. Akhirnya Yunita, sang kakak ipar, membawa kedua anaknya itu ke kantin rumah sakit untuk menunggu. Sea terlihat melakukan panggilan video dengan kedua ponakannya dan sesekali tertawa riang. Banyu memang diam-diam punya bakat pelawak seperti papanya. Seusai video call, Sea tampak bermanja dengan ibunya. Sementara ayahnya, tentu saja, sedang menceramahinya tentang kesehatan.
"Iya, Ayah. Sea janji bakal jaga kesehatan Sea. Nggak akan sakit begini lagi."
"Udah sih, Yah. Sea lagi sakit masih aja semangat ceramah." Ibu Sea yang bernama Bu Harum nampak membela putrinya.
"Iya, iya." Pak Hardjo terpaksa mengiyakan istrinya dari pada habis ini dirinya yang diceramahi balik di rumah.
"Makasih, Ibu. Hahaha..." Sea langsung memeluk ibunya karena telah diselamatkan dari pidato panjang ayahnya.
Sea kembali tertawa cekakak cekikik di kamar, seakan lupa kalau dia sedang berstatus pasien.
***
Selagi menunggu Ayah dan Ibu menjenguk Sea, Samudera memilih duduk di luar bersama Bara. Samudera agak heran kenapa Bara yang notabene hanya orang yang kebetulan membantu ayahnya pagi tadi, masih dengan setia berada di sini. Kalau dipikir-pikir harusnya Bara bisa saja langsung pamit pulang setelah mengantarkan Sea.
Namun, ini kenapa Bara jadi terkesan begitu peduli pada kondisi adiknya. Raut kecemasannya juga terlalu kentara di wajahnya. Samudera membaui sesuatu yang berbeda. Ditanyakanlah dengan tegas siapa Bara sebenarnya. Ya, Samudera tipikal orang yang tanpa tedeng aling-aling bisa sangat overprotective pada anggota keluarganya. Apalagi ini terkait Sea, adik semata wayangnya
"Maaf, Bar. Boleh saya bertanya?" Samudera memecahkan keheningan keduanya di bangku depan kamar Sea.
"Silahkan, Mas. Mau bertanya apa?" Bara yang belum sadar akan segera diwawancarai, masih bersikap tenang dan wajar.
"Saya lihat-lihat sepertinya kamu mengenal adik saya. Apa betul begitu?" tembak Samudera kepada Bara.
Bara menoleh, cukup terkejut dengan apa yang diutarakan samudera. Bara lalu menghela nafas, jauh terlihat lebih lega. Setidaknya ada yang membaca gestur dirinya dengan tepat bahwa sebenarnya Bara ingin diketahui lebih sebagai teman Sea, ketimbang penolong Pak Hardjo.
"Betul, Mas. Saya kenal dengan Sea. Kebetulan kami dulu satu jurusan waktu kuliah S1. Kami tadi juga sempat kaget bisa bertemu di rumah Pak Hardjo. Eh, ternyata Pak Hardjo itu orang tuanya Mas dan Sea."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita dan Takdir (TAMAT)
RomanceTentang jiwa-jiwa yang memendam, namun berharap terikat dalam satu ikatan takdir. Tentang sebuah tanya atas nama-nama yang tersebut memang sudah tertulis untuk saling berdampingan? Tentang kekuatan hati yang apakah mampu mematri dalam derasnya kead...