Roy baru saja keluar dari kamar mandi kamarnya. Diambilnya kemeja kerja yang ada di lemari bajunya. Saat sedang mengenakannya, tiba-tiba ponselnya berdering kencang. Sepagi ini Mona sudah kembali meneleponnya. "Emang ini anak kalau udah ada maunya, keukeuh banget!" Roy dengan santai menghampiri dan mengambil ponselnya yang tergeletak di tempat tidur.
Roy mengangkatnya, tapi belum apa-apa Roy sudah diburu pertanyaan oleh Mona. "Udah dapat lokasinya Mbak Sea, Mas?"
"Kok berasa aneh ya? Gue kayak berasa gaib gitu nggak disapa?"
Astaga! Mona menepuk jidatnya. Lupa menyapa Roy dan mengucap salam. Kalau kakak sepupunya tahu kelakuannya yang tidak sopan, bisa langsung di-sleding.
"Assalamu'alaikum, Mas Roy."
"Wa'alaikumussalam. Nah gitu kan enak. Elo itu kalau ada perlu getol banget telepon gue. Minta tolong gih tiap hari biar lo telepon gue terus. Rela deh gue."
"Idih apaan sih mas. Otak lo kurang oksigen tuh kebanyakan begadang. Ngomongnya ngaco."
"Lah, gara-gara ulah lo juga, gue jadi begadang." Roy mendadak tak terima. Untung sayang, pikirnya.
"Iya... iya... maaf. Jadi Mbak Sea di mana sekarang?"
"Hm... kalau gue kasih tahu. Gue mau tanya dulu lo mau ngapain?"
"Nyusulin dia. Mau minta maaf. Mau jelasin. Pokoknya semacam itu lah."
Roy sudah menduganya. Roy garuk-garuk kepalanya meski tak gatal. Ia lalu mencari cara bagaimana mencegah niat Mona tersebut.
"Kayaknya jangan nyusul deh. Soalnya jauh banget." Roy berucap pelan dan serba hati-hati.
"Ma-maksudnya, Mas?"
"Sea ada di Jogja."
Mata Mona terbelalak hebat. Tak menyangka sejauh itu sahabatnya pergi. "Di Jogja? Se-sejauh itu?"
"Iya, di Jogja. Kayaknya apa yang lo pikirin benar. Dia menghindar. By the way, Jogja itu tempat siapa?"
"Rumahnya Mbak Sea." Suara Mona terdengar melemah.
"Oh, rumahnya." Roy membeo.
"Gimana nih, Mas? Kalau Mas Kala nanti tahu gimana? Gue pusing." Suara di sana terdengar sarat kecemasan.
Roy mendadak iba. "Gini aja. Biarin dulu Sea tenangin dirinya di Jogja. Siapa tahu pikirannya bisa terbuka soal kalian. Seperti yang dia bilang, dia cuma butuh waktu untuk memahami semuanya."
"Iya, kalau terbuka. Kalau makin parah," ujar Mona terdengar makin kacau.
"Huss! Nggak boleh begitu mikirnya. Lo juga tetap usaha dari sini. Eh, nyokap lo dekat nggak sama Sea?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita dan Takdir (TAMAT)
RomanceTentang jiwa-jiwa yang memendam, namun berharap terikat dalam satu ikatan takdir. Tentang sebuah tanya atas nama-nama yang tersebut memang sudah tertulis untuk saling berdampingan? Tentang kekuatan hati yang apakah mampu mematri dalam derasnya kead...