chapter 22: kritis

1K 114 163
                                    

Dua anak itu saling berpelukan satu sama lain, sang kakak yang berusaha menenangkan sang adik dalam dekapannya, sementara seorang pemuda berambut indigo itu terus berjalan kesana kemari, menunggu kabar dari seseorang.

Seoarang pemuda terbaring lemas di kasur sederhana itu, pemuda itu terlihat tak tenang dalam pejamnya, seakan ada sesuatu yang menggangunya.

" maaf....Solar ....." Gumaman tak jelas pun lolos dari bibir pucatnya.

" huuuh... entah apa yang kau mimpikan ...?" helaan nafas lelah diberikan gadis disebelahnya, sembari mengelap tetesan keringat yang tak hentinya keluar dari wajah sang pemuda, entah apa yang dimimpikan sang pemuda di alam bawah sadarnya.

" saat aku bilang ingin mengikatmu ... aku benar benar ingin .... kau adalah salah satu pasien yang paling sulit untuk diatur ...Taufan ..." meski berujar demikian wajahnya terlihat gundah.

" tubuhmu itu istimewa.... saat aku mengatakan itu padamu, kau hanya tersenyum .... saat aku mengatakan kemampuanmu itu seperti bom waktu, kau hanya menganggapnya candaan, a..... aku gak tau harus bilang apa lagi ..." kesal sang gadis ...

Sudah berapa jam berlalu, tapi sang pemuda tak kunjung membuka matanya. Sampai pergerakan kecil terlihat dari jemarinya itu.

" Taufan ....!? " gadis itu langsung memeriksa pergelangan tangan Taufan. Mengecek nadinya yang perlahan kembali normal.

Senyuman cerah diberikannya.... dengan cepat melangkah keluar kamar berniat memberi tau orang orang bahwaa sang pangeran Tidur akan bangun.

Saat membuka pinta tanpa melihat kedepan tubuhnya malah menabrak seseorang, yang untungnya langsung menahan tubuh mungil sang gadis agar tak terjatuh ke belakang.

" Ying ..... kau tak apa ...? Apa yang terjadi ....? Baga.... bagaimana Taufan ..?" Raut cemas terpancar jelas. Melihat keluarnya sang tabib, kedua elf muda itu langsung berdiri dan berjalan mendekat.

" aku ....ok ...." Ying sedikit memalingkan wajahnya sembari melepas pelan genggaman tangan Fang yang berada di bahunya.

" Taufan ..... Taufan akan segera sadar .... kondisinya sudah membaik ... sudah benar benar membaik ..." Ying tak tau lagi harus bereaksi seperti apa, gadis itu tau sebagai tabib dia diajarkan tenang dalam kaadaan apapun saat menghadapi pasien tapi jika itu menyangkut orang yang berharga baginya.... dia tak akan bisa setenang biasanya.

Ying tanpa sadar meloncat dan memeluk Fang sembari menyujar syukur, Fang yang mendapat pelukan dadakan itu hanya bisa terdiam, manik mata yang awalnya tegang berubah melunak sembari senyuman kecil pertanda kelegaan terpancar dari raut wajahnya... tawa bahagia berkumandang di markas kecil itu.

Ya .... markas, Taufan tak dibawa ke istana, mengingat sifat saudara saudara Taufan, mereka pasti akan menyalahkan Solar terlebih lagi dia yang baru saja berada di kediaman para pangeran. Dan dengan adanya isu bahwa pangeran Taufan sedang dalam kaadaan krisis .. para musuh akan memanfaatkan keadaan itu untuk menyerangnya, Istana bukanlah tempat yang aman bagi Taufan meski itu adalah rumahnya.

Bagaimana dengan saudaranya ...? Mereka tak diberitau, untuk menghindari kekawatiran mereka.

" kak ..... Tuan itu akan sadar .... !? " Boy menatap penuh syukur.

" iya .... dia akan sadar ..." ujar Rev sedikit tertegun.













"Gempa .......!? " Gempa yang sedang mengerjakan beberapa dokumen keuangan melirik ke arah pintu, terlihat Halilintar yang menatapnya cemas, entah karna apa.

" ada apa kak Hali .... tak biasanya kakak terlihat tegang begini ...." Gempa menghampiri kakaknya, menuntun sang kakak dan secara perlahan membantunya duduk disofa sembari menyajikan teh herbal yang selalu dihadiahkan Taufan untuknya.

" silahkan kak ... tehnya "

" Natalin....... pergi bawakan sedikit cemilan kemari ....!? " Gempa memerintahkan pelayan pribadinya untuk keluar ruangan. Sekarang tersisa Gempa dan Halilintar, Halilintar mengehela nafas lelah.... sejak kemarin perasaannya benar benar tak tenang terlebih Taufan belum kembali dari urusannya. Hali sudah mengecek semua saudaranya bahkan Solar, mereka baik baik saja tapi Taufan yang sedang berada di luar istana tak pasti keadaannya.

" apa karna tugas lagi ....? " tebak Gempa heran.

" bukan .... Taufan mengirimkan ku beberapa pelaku yang tetlibat dalam lelang ilegal, dia juga menulis surat bahwa dia tak akan kembali dalam beberapa hari ..... tapi, entah kenapa perasaanku tak enak sama sekali sejak hari itu ...." jelas Hali, tak biasanya seorang Halilintar bercerita panjang lebar tentang masalahnya.

" kak ..... kak Taufan akan baik baik saja, bukankah kak Taufan sudah sering keluar menghadapi bahaya, percayalah kak .... kak Taufan itu kuat. " ujar Gempa lembut. Beberapa kalimat Gempa berhasil menenangkan Hati yang putra mahkota kita ini ....

Hali hanya menatap Gempa sembari meminum tehnya. Halilintar sadar bahwa Teh herbal ini terasa berbeda dari teh yang berada di ruang kerjanya.

" teh ini ...? "

" oh ....... kakak ingat kan saat aku bilang kaka Taufan sering mengirimkan teh herbal khusus untuk ku..? "

" iya ..... dia sempat menawariku tapi aku menolaknya .... apa itu ..? "

" benar kak .... ini adalah teh yang dikirim kak Taufan, aroma yang harum serta rasanya yang nikmat membuat siapapun yang meminumnya merasa damai... " Gempa menatap cangkir teh dengan pandangan lembut " ini selalu membantuku tenang saat aku sedang dalam masalah..." lanjutnya.

Sama dengan Gempa, Hali meminum Tehnya dengan tenang aroma vanilla dan cinamon yang harum menenangkan pikirannya, Hali sedikit menyesal, menolak tawaran Taufan tentang teh ini.

"Hmmmm ...."


_______________________________

" APA MAKSUDMU .... DIA GAGAL ..... "

" ma.... maaf kan saya .... yang Mulia ...." Borara membungkuk meminta maaf atas ke gagalan bawahannya. Ya walau bawahannya hanya tinggal tubuh tanpa nyawa.

" KENAPA ....KENAPA HANYA UNTUK MEMBUNUH BOCAH SAJA KAU GAGAL ... KAU JUGA GAGAL MENDAPATKAN ANAK ELF ITU.... DASAR GAK BERGUNA ..." bentak Retaka kesal, Retaka membanting gelas dengan marah.

" HAHAHAHHAHAAA...... apa ku bilang .... anak itu akan menghancurkan semua rencanamu ..... " sosok berkerudung hitam itu menertawakan kegagalan Retaka.

" Diam kau ..... jangan lupa ...... aku masih memiliki dia ..... " wajah Retaka mengancam sang pemuda, yang langsung menatap tajam ke arah Retaka.

" Kau akan nenyesal ......!! Jika melawanku Taufan ..... kau akan menyesal ...." Guman Retaka sembari meremas kertas kuat.

" kau .....awasi istana dan carilah kelemahan pangeran menyebalkan itu .... dan laporkan padaku ...!? " menunjuk salah satu bawahannya, sang bawahan hanya mengangguk patuh.

" kenapa bukan kau yang lakukan itu .... ? Apa kau takut kebusukanmu diungkap .... Tuan RETAKA ....? " ujar sang pemuda menatap tajam ke arah manik mata jingga yang menatap tak suka.

"BANG....!!" Tembakan. Cahaya mengarah pada sang pemuda, tak seperti yang dibayangkan, sang pemuda sana sekali tak takut akan tembakan itu.

Meski tau tembakan itu mengarah padanya, tak selangkahpun membuatnya mundur.

Fussssh........

Dinding disebelah kepala sang pemuda berlubang, manik mata violetnya menatap tajam sembari tersenyum sinis ...

" kau .... tak membunuhku, itu berarti kau masih membutuhkanku bukan begitu ...... YANG MULIA RETAKA ...." ungkapnya menekankan beberapa kata di akhir kalimatnya.

" aku tak membutuhkanmu, tapi kemampuanmu ..... selama kau menurut maka dia tak akan ku lukai ....." balas Retaka sembari tersenyum kemenangan.

" ck..... KAU ....!? " pemuda itu mengepalkan tangannya marah, sedetik kemudian wajahnya iya palingkan ke arah lain, enggan untuk menatap bangsawan menjijikkan yang berada di depannya saat ini.

" ck ..... aku akan pergi .....!?" Pemuda itu seketika menghilang bak ditelan bumi setelah berucap demikian ...

TBC .....


Moga chapter ini memuaskan ya....

See you next chapter .....





hikari no kakera (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang