36||Spoiler

52 7 2
                                    

Perlahan Mika mulai melunak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Perlahan Mika mulai melunak. tidak lagi meronta tetapi hanya diam terisak

"Jadi kamu lihat aku pelukan sama kak Azam?" tanya Mika sambil melepaskan diri lalu menatap wajah Alfian

"Waktu Abang gue pamitan ke lo, sebenarnya gue ada di situ mau ketemu tapi gue malah lihat lo peluk Abang gue, dada gue sakit."

"Oh."

"Jadi gimana?" tanya Alfian

"Apa?"

"Lo terima gue gak?"

"Gak tahu."

"Kok gitu?"

"Aku bingung. jadi tadi kamu nembak aku buat jadi pacar?"

Alfian mengangguk. "Mau nya langsung nikah, tapi kita masih sekolah."

"Aku gak mau."

"Kenapa?"

"Kamu cuman mau balas budi doang, aku dengar obrolan kamu sama Papa."

"Gue nggak balas budi, Mika."

"Jangan masukin hati ucapan Papa, anggap aja itu angin." Mika beranjak

Alfian mengusap wajah kasar. "Astaga Mika tunggu dulu."

»»——(♪)——««

"lagi apa, Bi? kok melamun di sini?" tanya Seina ketika melihat bi Ijah memandang halaman dengan tatapan kosong

"Kangen anak Ibu."

"Kak Alzam?" Bi Ijah mengangguk

"Aku juga."

Bi Ijah beralih menatap Seina. "Kamu suka sama anak Ibu?"

"Cinta lebih tepatnya tapi dia cinta ke orang lain, sedih ya." lirih Seina

"Semangat nak. bibi doakan kamu berjodoh sama Alzam, bibi merasa kalian cocok."

Seina tersenyum "Gak mungkin, tapi semoga aja."

"Jodoh gak ada yang tahu. kamu jangan nyesel cinta sama Alzam ya nak. dia anak baik."

Seina mengangguk. "Iya."

"Bibi mau cerita sesuatu tentang Alzam, mau dengar?" Seina kembali mengangguk

"Dulu saat Alzam masih kelas 1 Sma dia suka datang ke warung bibi bersama ketiga temannya. mereka dekat sama Bibi tapi yang lebih dekat hanya Alzam."

"Suatu hari, bibi lihat Alzam sedang sedih di depan warung. bibi suruh masuk lalu dia cerita kalau Mamanya gak sayang sama dia, selalu pilih kasih. bibi coba tenangkan, dia selalu nangis, hatinya begitu terluka."

Bi Ijah menghela nafas panjang, kemudian melanjutkannya

"Singkat cerita dia jadi terbuka pada bibi, semuanya dia ceritakan. dia pernah cerita kalau dia sudah nerusin usaha Papa nya. bahkan bibi selalu di kasih uang, katanya uang saku buat bibi padahal kebalik harusnya bibi yang kasih dia uang."

Seina sudah tidak terkejut lagi. bahkan saat mereka menemui anak jalanan. Alzam selalu membeli makanan untuk anak-anak di sana

"Pantas kak Alzam suka royal ternyata dia punya usaha. hebat ya Bi. dulu masih remaja sudah bisa nerusin usaha."

"Iya, anak bibi hebat. Bibi bangga dengan anak itu."

Tanpa mereka ketahui Bunda mendengarkan semua percakapan mereka

»»——(♪)——««

Sedangkan yang di bicarakan kini tengah mendengar dosen menjelaskan pelajaran

Tapi dia tidak terlalu fokus. Ia terus memandangi gelang di tangannya, sesekali tersenyum seperti orang gila

'Kenapa gue rindu sama dia?' batinnya

"Jadi pengen cepat-cepat pulang ke Indonesia, buat ketemu dia. Eh?"

Pelajaran selesai. Alzam memutuskan menemui Om Bram lagi, Ia membeli beberapa makanan instan untuk pria itu

"Om apa kabar?" tanya Alzam ketika sampai di rumah Bram

"Baik nak. sini masuk."

Alzam menyerahkan beberapa kantong kresek "Ini ada makanan untuk Om."

"Wah buat Om? terima kasih ya. kamu baik sekali."

"Namanya juga manusia, kan harus saling membantu." Alzam

"Kamu ini terlalu merendah diri. gimana? sudah di pertimbangkan permintaan Om?"

"Permintaan apa? maaf aku lupa."

"Perjodohan." kode Bram

"Ah, aku belum terlalu mikirin itu sih Om. belum ada waktu." elak Alzam

"Gak ada waktu atau memang gak mau? ya sudah Om gak bisa maksain."

"Bukan gitu tapi belum kepikiran."

"Sudah gak pa-pa, tapi Om mau kasih sedikit spoiler gimana anak Om itu, kamu dengerin."

Alzam mengangguk. "Iya Om."

"Anak Om itu anak manis, penurut, cantik lagi. dia juga bisa ilmu bela diri pencak silat tapi hatinya mudah rapuh, di bentak sedikit pasti nangis. Om dan bundanya gak pernah sekalipun membentak dia tapi pernah Om kelepasan saat marah. Om gak sengaja bentak dia dan bicara kasar, sampe dia jadi trauma sama bentakan. nyesel sekali."

"Memang Om bicara kasar apa? sampe anak Om trauma?" tanya Alzam

"Saat itu Om lagi pusing masalah pekerjaan dan terbawa sampe rumah. putri Om yang sedang masa-masanya pertumbuhan itu banyak mau. Om tersulut emosi dan ngomong 'kamu itu nyusahin Ayah mulu' 'diam jangan nyusahin Ayah lagi' itu yang bikin anak Om trauma."

"Setelah itu putri Om gak pernah ganggu lagi. Itu buat Om jadi rindu di ganggu. beberapa tahun kemudian hubungan kami membaik lagi."

Alzam seperti Dejavu dengan ucapan Om Bram tentang putrinya. Membentak? Nyusahin? Menangis?
Itu mengingatkannya pada Seina

"Jadi anak Om mengalami trauma bentakan? dia akan langsung nangis jika di bentak?" tanya Alzam

"Itu dulu tapi sekarang tidak tahu. mungkin empat tahun ini dia tidak trauma lagi. entahlah."

Alzam mengangguk mengerti. "Makasih spoiler nya Om."

"Iya, Zam."

"Sudah sore nih Om. aku pamit ya."

"Iya hati-hati."

"Nanti aku main kesini lagi." ucapnya sebelum beranjak

" ucapnya sebelum beranjak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.














Halo Readers 👋

Tinggalkan jejak
Vote
Komen ❤

ALZSEINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang