37||Pelukan terakhir

54 7 2
                                    

Bulan berganti bulan, tidak terasa sudah menginjak satu tahun saja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bulan berganti bulan, tidak terasa sudah menginjak satu tahun saja

Alfian dan Mika sudah berpacaran. Mika berusaha percaya dengan pernyataan Alfian

Sedangkan Seina juga senang mendengar berita itu tapi di satu sisi  selalu diejek oleh keempat sahabatnya karena hanya Seina yang jomblo. Hehe miris sekali:)

"Setelah lulus kalian mau lanjut kuliah kemana?" Bella bertanya pada sahabat-sahabatnya

Mereka tengah duduk di kantin dengan menyantap makanan

"Aku mau daftar di KJB." jawab Pury

"Aku belum tahu sih." sahut Fira

"Gue gimana bokap tapi mau nya sih di KJB biar dekat, lo sendiri?" timpal Mika

"Gue juga di KJB, kan Nando di sana hehe." Bella cengengesan

"Lo dimana Sein?"

Kini semua mata tertuju pada gadis yang tengah menunduk

"Mungkin aku langsung kerja." balasnya membuat keempat sahabatnya sedih

"Kenapa gak kuliah?" tanya Fira dengan kepolosannya

Seina bergeming. Mika yang mengerti keadaan Seina angkat bicara

"Sudah ah itu hak Seina mau kuliah atau kerja sama aja." ucap Mika dengan tatapan tajam

Seketika Bella, Fira dan Pury menyadari kesalahannya. mereka tahu kondisi perekonomian Seina, tidak seharusnya mereka membicarakan hal ini

"I-iya sih, pilihan kamu bagus kok Seina, Fery juga gak kuliah gak pa-pa." kata Pury

"Sudah ya bahas kuliah nya, kita bahas hubungan percintaan kita aja yuk." Fira mengalihkan pembicaraan

Seketika dia mendapatkan tatapan tajam. Fira baru menyadari kalau Seina jomblo:)

"E-eh gak deh kita bahas pelajaran aja."

"Gak pa-pa kali, bahas percintaan kalian aja. aku juga penasaran sejauh mana hubungan kalian." kata Seina tersenyum

Akhirnya mereka menceritakan satu-satu hubungan mereka dengan kekasihnya

Hingga tidak terasa bell berbunyi. mereka masuk kelas masing-masing

»»——(♪)——««

Dibelahan benua lain

Bram tersenyum membayangkan Alzam menjadi menantunya. dia sadar dirinya egois, saat pulang ke Indonesia nanti dengan keputusan sepihak dia akan menjodohkan putrinya yang sudah lama tidak bertemu

"Mungkin kamu akan marah dan membenci Ayah karena datang-datang malah memintamu menikah tapi ayah sudah yakin dengan dia."

"Ayah gak mau kehilangan Alzam dengan tidak menjadi suamimu kelak. dia calon suami dan menantu idaman."

Monolognya menatap langit cerah di balik jendela berlapis plastik

Hanyut dalam lamunan Bram tersentak ketika mendengar seseorang mengucapkan salam berkali-kali. Bram bangkit untuk melihat siapa yang datang

"Alzam." sapa Bram tersenyum hangat

"Assalamualaikum Om, aku bawa kabar baik."

"Waalaikumsalam, masuk dulu bicara didalam." titah Bram

Mereka duduk

"Ada kabar baik apa, Zam?"

"Aku sudah urus surat-surat untuk kepulangan Om ke Indonesia dan semuanya sudah siap."

"Yang benar, Zam? kapan kamu urus itu semua?" tanya Bram berbinar, sungguh dirinya sudah sangat merindukan istri dan anaknya

"Sudah lama aku mengurus di Kedubes, sekarang baru jadi. apa Om sudah siap pulang ke Indonesia?"

Bram mengangguk cepat. "Tentu saja Om sangat siap."

"Baiklah. aku sudah urus jadwal keberangkatan, mungkin lusa Om bisa pulang bertemu istri dan anak Om."

"Alhamdulillah, makasih, Zam. Om gak sabar ketemu mereka. kamu ikut kan?"

Alzam menggeleng. "Om pulang sendiri, aku masih harus menyelesaikan studiku di sini, mungkin bulan depan aku nyusul untuk liburan semester."

"Yah, padahal Om mau bareng kamu aja dan langsung ngenalin ke anak Om tapi terserah kamu, Zam. "Om sangat berterima kasih padamu. kalau gak bertemu kamu, mungkin Om seumur hidup jadi tunawisma di sini."

"Sama-sama Om, ini sudah takdir untuk kita bertemu. aku yang merindukan sosok Papa di pertemukan sama Om, sahabat Papaku."

Bram tersenyum mendengarnya

"Sudah sepatutnya aku membantu karena Om dulu begitu berjasa pada Papa, aku tahu itu." lanjut Alzam

"Kemari lah Om mau peluk." titah Bram berkaca-kaca

Mereka berpelukan hangat, menumpahkan rasa rindu. Alzam rindu Papanya dan menumpahkan nya pada Bram

Akhirnya pelukan terlepas dengan air mata membasahi pipi kedua pria berbeda usia ini

"Mungkin ini pelukan terakhir kita di kanada." kata Alzam

"Masih ada hari lusa, Zam." Alzam seketika menggeleng

"Maaf, Aku gak bisa antar Om ke bandara."

"Kenapa?"

"Ada kepentingan yang gak bisa di ganti di hari lain, sekali lagi maaf ya Om. aku harus ngurus perkuliahan."

Om Bram tersenyum. "Gak apa, kamu sudah banyak membantu, masa Om harus merepotkan lagi."

"Kalau gak penting mungkin aku bisa antar. aku gak merasa direpotkan kok tapi sungguh gak bisa di ganti selain lusa."

"Gak pa-pa, Zam. Om akan selalu mengingat kebaikanmu selama disini dan Om akan tagih jawabanmu nanti." Bram senyum menyeringai

"Haha oke, aku akan berikan jawaban saat menyusul Om ke Indonesia."

"Beneran ya. jangan nanti-nanti terus, saya khawatir putri Om diembat pria lain, secara putriku itu sangat cantik." kelakar Bram

"Iya aku janji."

"Ini aku berikan nomor teleponku, Om bisa menghubungiku nanti." Alzam menyerahkan kertas berisi no hp dirinya

" Alzam menyerahkan kertas berisi no hp dirinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.















Halo Readers 👋

Tinggalkan jejak
Vote
Komen ❤

ALZSEINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang