Ekstra part 3 Filosofi Sepatu

209 29 0
                                    

Sepatu Untuk Baim

Raja tersenyum melihat hasil jepretan dari lensa kameranya yang menggantung di lehernya. Lalu berjalan mendekat pada Kiara yang keluar dari ruang ganti. "Capek, ya?" tanyanya. "Abis ini pengen makan apa?" Sambung pria itu sembari mengambil alih tas istrinya lalu memakainya di punggung.

Kuliner di malam hari usai pentas sendratari adalah hal yang sangat disukai istrinya itu. Semenjak tinggal di Jogja, Kiara mengembangkan bakat tarinya dan ikut menjadi penari di sendratari yang di pentaskan rutin tiga kali seminggu itu.

"Sate klatak? Boleh, ya?" Kiara mencari persetujuan dalam senyuman yang akhir-akhir ini jadi candu bagi Raja.

Mereka berdamai dengan masa lalu, dan tertatih menciptakan bahagia yang mereka damba. Keburukan satu sama lain seolah sengaja mereka kubur, dan berusaha menjadi pasangan yang normal.

Raja merangkul tubuh kurus Kiara, sambil mengusap rambut wanita itu yang lembab oleh keringat. "Baiklah."

Kiara bersorak senang lalu tertawa nyaring saat Raja melihatnya heran.

"Aku bahagia, Ja. Terima kasih buat semuanya." Pengakuan wanita itu.

"Cukup bahagia aja, Kia. Nggak perlu bilang terima kasih ke aku segala."

"Tapi itu harus. Kamu berkorban banyak hal untuk menemaniku hidup di sini."

Jika Raja menanggapi pembicaraan itu mendalam, maka bisa dia pastikan wanita cantik itu akan menangis. "Putri akan menikah, dan aku ingin hadir. Bersedia ikut?" Lembut sekali tawaran itu dengan harapan Kiara tak merespon buruk. Juga, Raja tak ingin melihat air mata istrinya itu andai membahas siapa yang berkorban untuk siapa. Tawarannya ini sungguh, dia tak ingin memaksa andai Kiara memang belum ingin bertemu dengan keluarga Aji.

Tapi Putri adalah adiknya. Tentu kebahagiaan Putri ingin dia lihat dan rasakan langsung, juga ingin berbaur dengan keluarganya yang kian menghangat.

"Tentu saja." Jawaban Kiara yang tak terdengar ragu.

"Sungguh?!" Raja senang bukan kepalang. Begitu Kiara mengangguk seraya tersenyum, dia angkat tubuh kurus itu lalu memutarnya bahagia.

Kiara tak menolak hal itu, keduanya pun tertawa lepas. Tak peduli apa yang dipikirkan oleh mereka yang melihat. Ini kebahagiaan yang tak bisa mereka mengerti.

"Makan lah yang banyak! Kamu terlalu kurus, Kia," ucap Raja saat menurunkan istrinya.

"Kurus apa sih, Ja? Ini berat badan yang ideal. Lagipula, aku ini penari, Ja. Lucu kalo Dewi Shinta itu gendut!"

Raga tergelak. Pasalnya peran istrinya memang menjadi istri Rama itu. "Tapi ini istri Raja, bukan Rama." Dia cubit gemas hidung istrinya yang malah tergelak itu.

"Baiklah. Hanya dua atau tiga kilo tak masalah. Itung-itung nyenengin suami."

Raja tertawa mendengar itu. Dia genggam erat tangan Kiara menuju mobil yang sudah terlihat di depan mata. Ada hal lain sebenarnya yang ingin dia minta dari sekedar menambah berat badan. Yaitu anak yang secantik istrinya itu. Tapi dia tak ingin memaksa, biarlah Kiara memberinya sendiri jika memang wanita itu sudah berkeinginan.

Menari adalah kesukaan Kiara saat ini. Karena Kiara pernah berkata, lewat tari, beban di hatinya perlahan berkurang dan dia bisa ikhlas menjalani tiap proses kehidupannya.

"Silahkan masuk, Nyonya!" Raja buka pintu mobil untuk Kiara.

Wanita itu menanggapi itu dengan senyuman cantik yang menyenangkan. Raja sangat suka itu. Apalagi ditambah satu kecupan untuknya sebelum Kiara masuk mobil. Dengan bonus ucapan, "i love you."

Filosofi Sepatu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang