Waktu seakan berlalu begitu cepat. Mereka yang awalnya bersenda gurau bersama, kini saling memisahkan diri untuk mengerjakan dunianya masing-masing.
Waktu terus berputar, berputar, dan berputar. Hingga sebuah deringan telepon menyadarkan dirinya untuk kembali ke kehidupan nyata.
Ditengoknya layar ponsel yang menampakkan sebuah nama, yaitu Tari. Segeralah sang penerima mengangkat telepon tersebut, "Halo, assalamu'alaikum."
"Waalaikumussalam," jawab sang penelepon, "kenapa, Tar?"
"Kamu dimana, Han?" tanya Tari, "di rumah, emang kenapa?" tanya Farhan sambil memandangi kotak merah kecil di nakasnya.
"Bisa ketemuan sekarang gak, setengah jam aja?" Farhan tampak mengernyitkan dahinya bingung yang kemudian mengiyakan permintaan Tari, "yaudah, sharelock aja tempatnya."
Setelah ditutupnya sambungan telepon tersebut, Farhan segera bersiap dan bergegas menuju tempat yang diminta Tari tadi.
Bermodalkan motornya yang dipacu dengan kecepatan sedang, dia mulai menjelajah jalanan luas sambil menikmati semilir angin sore yang sangat segar sebelum mendapat hal yang tak terduga.
Toh, mencoba santai dulu sebelum menghadapi sesuatu yang surprise tidak ada salahnya kan?
Setelah sampai ditempat tujuannya, dirinya segera masuk dan mencari wanita yang memintanya tadi datang.
Tapi bentar, siapa sih Tari?
Dia adalah teman masa kecil Farhan. Wanita yang sekarang sedang cukup dekat dengan Farhan, tapi tidak lantas dirinya dijadikan sebagai kekasih oleh Farhan.
Namun, Farhan diam-diam menyukai wanita itu. Diam-diam juga dirinya sudah merencanakan untuk melamarnya.
Tapi itu barulah sebuah rencana, entah kapan dirinya akan melakukan aksi tersebut. Dirinya ini terlalu pengecut untuk mengutarakan niatnya pada ayah Tari.
Bahkan Farhan berulang kali diperingatkan oleh Ali, "Kalau kamu gak khitbah dia sekarang, kapan? Kelamaan berdua gak baik, Han. Mending kalau udah niat, cepet halalin, keburu kesempatannya hilang."
Ya, sekiranya begitulah kata-kata yang terus mengitari otak Farhan.
Sampai saat matanya menangkap sosok wanita yang ia cari, dia dibuat bingung dengan pria yang duduk disebelahnya.
Siapa dia?
Walaupun dengan hati yang bertanya-tanya, Farhan tetap menghampiri Tari.
"Assalamu'alaikum, Tar. Kenapa nyariin aku, mau bilang sesuatu?" tanya Farhan mencoba tenang.
"Waalaikumussalam, iya. Ada yang mau aku omongin, kamu duduk dulu," Tari menarik napas pelan bersiap akan mengatakan sesuatu.
"Maaf, Han. Kayaknya kita gak bisa lanjut ke jenjang yang kamu mau," timbullah pertanyaan dalam benak Farhan, "maksudnya?"
"Maaf, ayahku gak ngerestuin kedeketan kita dan ayahku juga gak ngerestuin aku lanjut ke jenjang yang serius bareng kamu. Ayahku udah punya laki-laki lain buat dijodohin sama aku," ucapnya sambil menunjuk laki-laki di sebelahnya.
"Gak ngerestuin gimana, aku aja belum sempet bilang ke ayahmu?" tanya Farhan dengan cepat.
"Iya, kamu emang belum sempet bilang ke ayahku. Tapi aku pernah bilang kalau aku lagi deket sama kamu, terus kamu katanya mau khitbah aku secepatnya. Awalnya ayahku iya-iya aja dan nungguin kedatangan kamu ke rumah, tapi sampai sekarang kamu gak kunjung datang ke rumah. Akhirnya ayahku ngambil keputusan lain buat jodohin aku sama dia."
"Jadi udah, aku gak dikasih kesempatan lagi?" tanya Farhan lagi menahan emosi.
"Maaf, Han. Udah gak ada lagi kesempatan. Terlalu lama kamu kasih harapan sampai-sampai harapan itu basi dengan sendirinya," ucap Tari sambil menunduk tidak berani menatap sekitar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Tanpa Damai
RandomDi usia yang masih sangat muda Ayu harus menerima fakta bahwa dirinya harus menjadi orang tua pengganti bagi keponakannya, Maya. Mau tidak mau dirinya juga harus menjadi tulang punggung keluarga disaat ayahnya juga ikut menjadi korban "kecelakaan"...