STD | | 27. Bisakah Kita Memecahkannya?

44 1 0
                                    

Suasana pagi yang syahdu sungguh mendukung diri ini untuk bertahan lebih lama lagi di alam mimpi yang indah. Tapi, tidak dengan pasangan muda ini.

Mereka lebih memilih untuk duduk bersama di teras rumah sembari menikmati tetes demi tetes air hujan turun.

Jangan lupakan juga dengan segelas teh tubruk hangat dan sarung sebagai penghangat. Keadaan pedesaan yang masih asri akan pepohonan semakin membuat suasana hati ini menjadi lebih baik.

"Kamu suka hujan, Yu?" tanya Farhan tiba-tiba memecah keheningan di antara suara rintik hujan.

Ayu menggeleng dalam pelukan suaminya. "Gak juga sih. Tapi hujan bikin hati damai. Apalagi di pedesaan gini."

"Suasana gini kadang suka bikin nostalgia," Ayu mengangguk setuju atas pendapat suaminya.

"Gara-gara nostalgia, aku jadi keinget awal ketemuan kita," Ayu mendongak ke arah Farhan dan memukul lengannya pelan.

"Apa sih? Saranku gak usah diinget-inget," ucapnya kemudian kembali memeluk Farhan.

Sedangkan Farhan hanya tersenyum, "Kenapa? Padahal lucu kalau diinget-inget. Disitu juga kan ketemuannya Rita sama Ali."

"Iya, tapi habis itu berempat dihukum semua sama keamanan," ketus Ayu.

"Kita saling jujur aja coba. Berani gak?" tantang Farhan.

"Saling jujur apa?"

"Jujur di antara kita siapa yang suka duluan?"

"Ya, kamu lah, Mas."

"Bukan kamu duluan?" tanya Farhan yang tampak ingin mengelak.

"Lah, mana ada? Ya, jelas kamu dulu lah. Orang yang dateng ke rumah waktu itu kamu dulu."

"Iya sih, masuk akal. Tapi, kalau semisal kamu duluan yang suka. Emang kamu mau yang dateng ke rumahku duluan?" Ayu menggeleng pasti.

"Gak akan ku rusak harga diriku sebagai wanita, Mas. Kalaupun aku yang suka duluan, aku tetep bakal nungguin dia yang dateng ke rumah."

"Kalau gak?"

"Yaudah, nangis," kemudian Ayu menghambur ke pelukan Farhan sambil berakting bak orang menangis. Sementara Farhan hanya tertawa karena tingkah kocaknya.

"Tapi dulu kita kok bisa musuhan terus endingnya kayak gini, ya?"

"Ya, itu ma kamu duluan yang mulai, Mas. Kalau dulu kamu gak suka gangguin aku, ya, aku gak bakal musuhin kamu."

"Berarti sekarang masih?"

"Emm..., sedikit," jawab Ayu lirih kemudian mereka tertawa bersama.

Baru saja merasa nyaman berduaan, tiba-tiba saja ada penganggu datang. Siapa lagi kalau bukan bocil satu ini. Baru datang sudah memisahkan pasangan ini dengan dia yang memaksa ingin duduk di tengah.

Sang bocil langsung saja memeluk tantenya dengan keadaan setengah sadar. Sementara Farhan menhembuskan napas frustasi dengan tingkah bocah yang satu ini. Ayu yang melihat perubahan ekspresi itu tidak bisa menahan senyumnya untuk tidak keluar.

Tak mau kehilangan kesempatan, Farhan justru berpindah ke samping Ayu dan memeluknya dari samping. Hingga posisi Ayu kini berada di antara mereka berdua.

"Enak aja main ambil-ambil," celetuk Farhan manja di pundak Ayu.

"Uluh-uluh, cemburu kok sama bocil," ejeknya sambil mengelus pipi sebelah sang suami.

"Biarin," balasnya sambil mengeratkan pelukannya pada sang istri.

Tak terasa kini hujan yang mereka nikmati bersama sudah reda dan berganti mentari lah yang hadir. Tak lama dari itu, Sofi pun keluar dan kini berada di teras. Tak sengaja menoleh, dia menyaksikan pemandangan yang sungguh di luar dugaannya.

Senja Tanpa DamaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang