FON
Ketenangan yang sedang dirasakan Arum kini buyar karena suara ketukan pintu. Dia menaruh camilannya dan segera menuju pintu. Dia terkejut karena seorang pria berdiri tepat di depan pintunya.
"Arum kan?" tanya pria itu. Arum mengangguk dengan wajah bingung.
"Mas siapa, ya?"
"Kamu gak inget aku?" Arum menggeleng.
Pria itu menghela napas, "Aku Aksa. Kita dulu sama-sama besar di Panti Asuhan Pelita, gak inget?"
Dahi Arum mengerut mencoba mengingat-ingat. "Oh..., kayaknya dulu aku pernah deh denger namamu, cuman aku lupa," walaupun pria itu benar menyebutkan nama panti asuhan tempat Arum dibesarkan, dia masih bertanya-tanya siapa pria itu.
"Huh..., parah kamu," ejek Aksa yang menghilangkan suasana dingin.
"Lagi senggang gak?"
"Senggang kok."
"Mau keluar bentar gak? Ada yang mau aku sampein."
Arum mengernyit, "Ngapain gak langsung aja disini?"
"Takut gangggu yang lain. Kamu mau aku berdiri gini terus disini? Tambah gak enak lagi kalau aku masuk."
"Gimana kalau di bangku bawah aja?" Arum berusaha meyakinkan.
"Yaudah deh, boleh." Mereka pun pergi ke taman kos bersama.
Ya, kos ini dulu memiliki lahan sisa walau sedikit semasa pembangunannya dan pemilik kos memilih untuk menjadikannya taman.
Sesampainya disana, "Jadi apa yang mau disampaiin?" tanya Arum to the poin.
Aksa pun tak kalah to the poin, langsung saja dia menyerahkan sebuah kotak kecil kepada Arum.
"Ini?" Aksa mengangguk.
Arum meraih kotak itu dengan mata menyipit karena hembusan angin. Suasana menjadi hening ketika kotak itu berada di tangan Arum dan hanya suara hembusan angin yang terdengar.
Arum membuka kotak putih itu dengan hati-hati. Ketika terbuka, terdapat sebuah kertas putih. Arum mengambil dan membukanya yang ternyata sebuah surat.
Arum kaget bahwa namanya tertera jelas sebagai penerima surat itu. Dia membaca keseluruhan isi surat itu dan membuat Arum terdiam tak mampu berkata-kata. Namun, yang membuatnya bingung adalah tidak adanya nama pengirim.Arum kembali mengecek kotak tersebut dan menemukan sebuah kalung. "Apa kalung sama surat ini ada kaitannya?" Aksa mengangguk.
"Surat itu dari kakakmu dan kalung itu peninggalan ibumu," Arum serasa tertampar dengan fakta yang dikatakan Aksa.
"Sesuai isi surat itu, ibumu mau kamu pakai kalung itu."
"Terus kalau surat ini dari kakakku kenapa dia gak tulis nama pengirim?" tanya Arum bingung.
"Dia cuman belum mau ketemu kamu dengan identitas aslinya. Dia pikir belum ketemu sama waktu yang pas," Arum memandangi surat dan kalung itu dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
"Berarti kamu kenal kakak sama ibuku?"
"Kakakmu," Arum mengangguk.
"Siapa dia? Kasih tau aku namanya. Cukup namanya. Aku bakal cari tau sendiri," Aksa menggeleng.
"Kenapa?" tanya Arum dengan suara bergetarnya.
"Dia minta buat gak kasih tau sekarang," disitulah air mata Arum mulai membasahi pipinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Tanpa Damai
RandomDi usia yang masih sangat muda Ayu harus menerima fakta bahwa dirinya harus menjadi orang tua pengganti bagi keponakannya, Maya. Mau tidak mau dirinya juga harus menjadi tulang punggung keluarga disaat ayahnya juga ikut menjadi korban "kecelakaan"...