STD | | 22. Pertemuan yang Kebetulan atau Disengaja?

28 1 0
                                    

“Assalamu’alaikum,” Ayu membuka pintu dan melihat keadaan rumah yang sangat sepi. Dia mengedarkan pandangannya untuk mencari seseorang.

Karena tak menemukan petunjuk apapun, dia mulai menelisik tiap sudut rumah dan menemukan seseorang itu di kamar sedang tertidur masih dengan seragamnya.

Ayu pun perlahan menghampirinya tanpa suara dan menepuk halus pundaknya. Orang yang tak lain adalah suaminya membuka mata sebagai reaksi tersebut. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah wajah cantik istrinya.

Ayu tersenyum, “Pusing?” Farhan menggeleng.

“Mual?” Farhan kembali menggeleng.

“Lemes?” Farhan mengangguk.

“Udah kayak sama dokter aja ditanya-tanyain mulu,” celetuk Farhan.

“Ya, gimana gak aku tanyain? Orang Ali sendiri yang bilang kamu kayaknya masuk angin, demam lagi. Takutnya kenapa-napa. Masih mending aku tanyain begini, daripada kusuruh buka baju,” alangkah terkejutnya Farhan mendengar penuturan tersebut. Matanya membulat sempurna dan kedua tangannya menyilang di depan dada.

“Kenapa gitu mukanya, Mas?” tanya Ayu heran.

“Kaget aja kamu bilang gitu.”

“Gak usah kaget kali, udah sering aku,” mata Farhan kembali terbuka tatkala mendengarnya.

“Maksudnya? Kamu sering liat cowok telanjang dada?” Ayu mengangguk.

“Astaghfirullah, Yu. Tega kamu,” ucap Farhan dengan muka sedihnya sambil memegangi dada sebelah kirinya.

“Gak usah lebay kali, Mas. Itu dulu waktu aku masih jadi perawat. Sekarang mah udah gak.”

“Yakin?”

“Gak juga sih, masih ada dari film,” jawab Ayu sambil cengengesan yang lantas membuat Farhan cemberut.

“Kok malah kesitu sih, tadi aku mau tanya kamu udah salat asar belum?” Farhan mengangguk.

“Lha kamu kenapa pulang? Maya yang nemenin siapa?”

“Yang ditanyain tu harusnya kalau aku gak pulang kamu mau buka pake apa? Air putih?” balas Ayu dengan pertanyaan.

“Ya, gak gitu.”

“Maya bareng ibu sama yang lain pada jengukin tadi,” Farhan mengangguk.

“Mau buka pake apa?” tanya Ayu beralih topik.

“Emang di dapur ada apa?”

“Kayak e mie instan.”

“Kalau cuman ada mie instan kenapa pake nanya, Ayu?” tanya Farhan heran pada istrinya sendiri.

“Ya, basa-basi aja, hehehe.”

Pada akhirnya mereka berdua pun buka puasa bersama dengan mie instan. Mereka makan dalam satu mangkuk sesuai permintaan Farhan. Sebenarnya mereka lebih tepat disebut makan dari panci daripada mangkuk. Pasalnya Ayu bukan membuat dua porsi, melainkan tiga porsi ditambah dua butir telur.

Ya, kalian sekarang bisa membayangkan bagaimana nikmatnya itu ketika puasa seharian tapi tidak sahur. Mereka berdua benar-benar kelaparan dalam melahap tiap suap mie.

Belum kenyang juga, mereka menambah satu porsi nasi dibagi dua pada detik-detik terakhir penghabisan mie. Selesai berbuka mereka berdua pun kekenyangan dan hampir tidak kuat bangun.

The real ra kalap. Tidak untuk ditiru wahai saudara-saudara.

Selesai salat magrib berjamaah mereka mengistirahatkan lambung sejenak sebelum tiba waktu isya.

Senja Tanpa DamaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang