Beberapa pria berbaju serba hitam berbaris rapi dengan tetap menundukkan kepala tak berani mendongak. Ada pula seorang pria tengah duduk di depan mereka seraya memperhatikan.
Tangannya mengepal hingga membuat mukanya berubah kemerahan, "Jadi?"
"Kami gagal, Pak," ucap salah seorang dari barisan itu.
"Ngomong sekali lagi, saya robek mulut kalian!" ancamnya penuh amarah.
Dirinya menghembuskan napas gusar seraya mengusap kasar wajahnya, "Dua orang masuk rumah sakit. Kalian mau ngapain lagi? Kalau sampai dia buka mulut dan rumah sakit telpon polisi. Selesai kalian."
"Susun lagi rencana dan jangan sampai terulang lagi. Secepat mungkin mereka harus tertangkap."
"Siap, Pak."
"Keluar kalian sekarang!" suruhnya. Para pria berbaju hitam pun keluar.
Di sisi lain, tanpa sepengetahuan mereka ada seorang pria berbaju serba hitam pula sedang mengawasi. Melihat kepergian orang-orang itu, dirinya pun ikut pergi dengan arah yang berlawanan.
Langkahnya berhenti tepat di depan sebuah pintu rahasia. Pintu yang ditutup rapat-rapat oleh bosnya dan hanya dirinya serta orang-orang kepercayaannya yang boleh mengetahui dan memasukinya.
Tatapan pria itu penuh dengan pertanyaan dan jiwa penasaran yang membara. "Cara itu udah ketemu, tinggal strateginya," batinnya.
Dia harus menyusun strategi yang matang agar tak siapapun mengetahuinya. Karena apabila dirinya terciduk, tamat sudah riwayatnya.
Otaknya tiba-tiba tercetus akan sebuah ide. Ide itu pun membawa langkahnya menjauhi pintu rahasia itu. Idenya pula yang menghentikan langkahnya untuk bertemu seseorang.
Yes, ide sekaligus strategi pertamanya adalah mendekati orang paling dekat bosnya. Siapa lagi kalau bukan anaknya. Apalagi anaknya berada di arah yang berlawanan dengan sang ayah. Bukankah lebih mudah?
"Gimana kalau ambil kunci ruangan itu dan saya bakal jagain Arum."
Pria yang ia temui mengernyitkan dahinya, "Apa saya juga dapat benefit nya?" ia mengangguk.
"Kamu yakin itu gak cuman untung buat kamu? Saya curiga."
"Apa yang bisa kamu lakuin biar saya yakin?" tanya pria itu. Ia menghela napas,
"Kamu gak bakal ikut terseret."
"Yakin? Seratus persen?"
"Gak ada jaminan seratus persen. Tapi masih ada peluang buat nyegah." Pria itu menghela napas panjang dan tetap pada pertimbangannya.
😊😊😊😊😊
Suara ketukan pintu terdengar nyaring di telinganya. Sepersekian detik terlihat seorang wanita dengan balutan hijab hitam masuk. Dua orang pria yang sedang berbincang menoleh ke arahnya.
"Permisi, Pak," ucap wanita itu mulai melangkah masuk.
"Iya? Ada apa?" tanya seorang pria paruh baya yang duduk di depan seorang pria berjas putih.
"Ada yang mau saya tanyakan, Pak." Dia menyodorkan telapak tangannya tanda mempersilahkan.
"Kenapa rapat dibatalkan?" tanya wanita itu seraya menyerahkan sebuah map.
Mendengar itu pria berjas putih itu memutuskan meninggalkan tempat. Penerima map sekaligus presdir membuka map pemberian itu.
"Jelas karena saya ada operasi."
"Yakin, Pak? Bukan karena isi laporannya?" tanyanya mulai mengulik jawaban.
"Kenapa jadi minus, Pak? Pada lari kemana uangnya?" tanyanya to the point mencoba memancing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Tanpa Damai
RandomDi usia yang masih sangat muda Ayu harus menerima fakta bahwa dirinya harus menjadi orang tua pengganti bagi keponakannya, Maya. Mau tidak mau dirinya juga harus menjadi tulang punggung keluarga disaat ayahnya juga ikut menjadi korban "kecelakaan"...