Dalam sebuah ruangan yang tidak terlalu terang, ada beberapa orang yang sedang berunding. Namun anehnya, di tengah meja yang mereka gunakan diskusi ada beberapa pistol dengan model yang berbeda-beda.
Tak lama terdengar suara langkah kaki mendekat. Ketika pintu terbuka, tampaklah seorang pria tegap berdiri di situ.
"Wah, Gavin! Sini, Nak! Kenapa kesini?" ucap seorang pria paruh baya yang merupakan ayahnya.
Pria yang tadi datang pun mendekat dan duduk di samping ayahnya.
"Ayah dengar, Ayu sudah dilamar rekan kerjamu Farhan dan dia menerimanya. Betul kan?" Gavin mengangguk.
"Jadi itu alasanmu datang?" Gavin mengangguknya lagi.
Ayahnya mengambil salah satu pistol di depannya, "Pistol ini baru datang dan Ayah belum mencobanya. Mau mencoba yang pertama?" tanya ayahnya.
Ragu-ragu tapi pasti, Gavin mengambil pistol yang disodorkan ayahnya.
Ia mengarahkan pistol pada target dan menembakkan beberapa peluru."Gimana? Enak dipakai?" tanya ayahnya penasaran.
Namun, jawaban yang dikeluarkan Gavin justru sangat melenceng dari pertanyaan yang dilontarkan, "Mau sampai kapan Ayah gini terus? Ini gak baik, Yah," jawab Gavin tegas.
"Wah, ternyata ditinggal pengajuan kekasih berefek separah ini. Ayah jadi penasaran, sebenernya kamu mencintai Ayu dari sisi mana? Jadi itu, alasanmu mengancam mantan tunangannya demi mendapatkannya? Itu cinta apa obsesi?"
"Untuk kesekian kalinya, berhenti dari bisnis ilegal ini, Yah. Seberapa besar cinta Ayah sama uang, sampai mengorbankan segalanya demi uang?" tanya Gavin yang mulai meremas tangannya sendiri.
"Uang itu sebenernya gak perlu dicintai, tapi hanya diperlukan. Ayah mencintai uang karena apa? Karena tidak ada manusia yang bisa Ayah cintai."
"Jadi karena itu, Ayah bunuh bunda?" tanya Gavin dengan raut muka yang mulai tersulut emosi.
"Kamu jangan mulai lagi, Gavin!" jawab ayahnya sambil menunjuk anaknya dengan tatapan marah.
"Aku cuman mau tau, Yah. Sebenernya tujuan Ayah sampai bunuh bunda itu apa?"
"Pertanyaanmu kurang satu kata, 'adikmu'. Harusnya kamu tanya, 'Sebenernya tujuan Ayah sampai bunuh bunda dan adikmu itu apa?' Iya kan?" tanya ayahnya sambil tersenyum smirk.
"Kalau Ayah ngira selama ini Arum mati, Ayah salah besar. Dia masih hidup sampai detik ini," balas Gavin dengan senyumannya dan sontak membuat ayahnya menaikkan alisnya sebelah.
"Ayah rasa otakmu agak bermasalah. Jadi, biar Ayah benerin dulu, ya?" ucap ayahnya sambil menodongkan pistol di dahi anaknya sendiri.
"Sekarang, ulangi apa yang kamu bilang tadi!"
"Jangan lepas dari kenyataan kalau Arum itu belum mati, Yah, dia masih hidup," jawab Gavin tegas.
Dor!
Setelah perkataan itu terucap dari bibir Gavin, ayahnya langsung menembakkan pistolnya tepat di samping kepala Gavin. Gavin memejamkan matanya ketika suara pistol menggelegar di ruangan itu. Ayah Gavin yang tak lain bernama Pak Wildan tertawa kecil, "Berita palsu dari mana lagi yang kamu bawa? Arum itu sudah mati bersama bundamu. Oh, apa kamu baru saja bermimpi adik dan bundamu? Ayah titip salam, ya," ujar Pak Wildan sambil menepuk pundak anaknya kemudian kembali duduk.
"Itu fakta, Yah. Arum masih hidup."
"Kalau gitu, dimana dia tinggal sekarang, Ayah bakal cari dan bunuh dia langsung," ucap Pak Wildan dengan tatapan marah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Tanpa Damai
RandomDi usia yang masih sangat muda Ayu harus menerima fakta bahwa dirinya harus menjadi orang tua pengganti bagi keponakannya, Maya. Mau tidak mau dirinya juga harus menjadi tulang punggung keluarga disaat ayahnya juga ikut menjadi korban "kecelakaan"...