STD | | 32. So Long

20 1 0
                                    

Mereka kini sudah tak di rumah, melainkan di suatu tempat dengan suasana alam. Terlihat sepasang suami istri turun dari mobil.

"Ganti, ya!" perintahnya seraya memberikan sebuah tas.

Si wanita pun menerima dan membukanya. Baru ingin bertanya, suaminya sudah terlebih dahulu pergi.

"Ngapain suruh pake kebaya?" batinnya heran. Tak mau ambil pusing dia pun mengganti pakaiannya.

Kini manik mata suaminya pun tak dapat berpaling darinya. Bahkan dirinya terus mengukir senyum dikala melihat istrinya yang semakin cantik dengan balutan kebaya bludru hitam.

Tak jauh berbeda, dirinya juga dibuat terpukau oleh suaminya yang semakin tampan dengan balutan beskap hitam beserta dengan blangkon yang sudah terpasang di kepalanya.

Dirinya mendekat ke arah suaminya. Terlihat sekali perbedaannya ketika berjalan. Dia menyipitkan matanya tanda meminta penjelasan atas semua ini.

Bukannya menjawab, sang suami justru memberikannya sebuah keris yang semakin membuatnya bertanya-tanya. Untuk apa dia memberikan keris?

Setelah berputar-putar dengan pikirannya sendiri, dirinya paham bahwa sedang diberi kode. Dia berputar ke belakang suaminya dan menyelipkan keris dalam genggamannya ke dalam lilitan stagen di pinggang suaminya.

Sang suami berbalik, "Mau ngapain sih, Mas, pake kebayaan segala?"

"Ikut aja, ntar juga tau," ucap suaminya santai sembari memasangkan bros di tengah dada istrinya.

Kebingungannya semakin bertambah dikala dirinya diberi kode untuk menggandeng tangan suaminya. Dirinya pasrah dengan apa yang akan dilakukan suaminya. Mereka berdua berjalan keluar berdua sambil bergandengan bak pasangan kerajaan.

"Jujur deh, Mas, kamu tu mau ngapain?" tanya Rita tetap menatap ke depan.

"Nostalgia," jawab Ali seraya tersenyum yang semakin membuat Rita bingung.

Sungguh kali ini kebingungannya sudah dalam level maksimal. Namun, hal yang paling membuatnya bingung adalah tempat yang mereka kunjungi ini kenapa sepi sekali. Tak ada satu pun orang disana selain mereka berdua.

Mereka berhenti dan duduk di sebuah bangku kayu biasa dengan pemandangan hijaunya sawah yang sangat menyejukkan mata.

"Dadi, Ndhuk...," ucap Ali menggantung.

(Jadi, Ndhuk... .")

"Pripun, Mas?" balas Rita yang reflek ikut melokal.

(Gimana, Mas?)

Rita sudah sangat biasa jika Ali suka mengubah-ubah nama panggilannya. Entahlah kadang 'Rita' atau 'Hani.' Bahkan terkadang dirinya bisa dipanggil 'Dek' sekaligus 'Ndhuk.' Sangat beragam memang.

"Dadi, aku ngejak kowe rene, yo, ngejak plesiran," ujarnya diakhiri senyuman yang menahan tawa. Sontak Rita menyipitkan matanya lagi.

(Jadi, aku ngajak kamu kesini, ya, ngajak liburan.)

"Kan awak dhewe wes jarang metu bareng ngene ki. Yowes lah, pisan-pisan metu ngene ki."

(Kan kita udah jarang keluar bareng begini. Yaudah lah, sekali-sekali keluar begini.)

"Nanging, kok dadak ngangge kebaya, wonten napa, Mas?"

(Tapi, kok pake kebaya, kenapa, Mas?)

Ali menghela napas, "Iki kan kebaya jaman e rabi mbiyen to?" Rita mengangguk.

(Ini kan kebaya waktu nikahan dulu kan?)

"Tujuan e men kowe tambah tresno karo aku," ujarnya disambung gelak tawa.

Senja Tanpa DamaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang