Dua orang berpakaian rapi nan formal berjalan dengan percaya diri memasuki lobi rumah sakit. Satu langkah mereka masuk, seribu sapaan menyerang mereka.
Mereka melanjutkan langkahnya semakin jauh dan semakin terpancar pula aura berkelas mereka. Sampailah di depan sebuah pintu, salah satu dari mereka mengetuk dan masuk. Tapi, ia justru kembali keluar, "Kosong, Mas," ucapnya pada pria berjas hitam itu.
"Lagi operasi paling. Ke tempat yang lain aja dulu," ajaknya diakhiri senyuman kemudian menggandeng wanita berkemeja putih itu.
Mereka mulai melangkah lagi dan di satu titik sorot mata mereka berhasil menangkap kehadiran seorang wanita. Wanita itu terlihat tidak baik-baik saja karena wajahnya yang sangat pucat. "Itu Nita. Samperin aja dulu po?" Ajeng mengangguk dan menghampiri Nita bersama suaminya.
"Nita!" Wanita itu tak menoleh sama sekali.
"Kebiasaan. Dokter Nita!" Barulah wanita itu menoleh atas panggilan Ajeng.
"Ha? Kenapa?" Ia justru tampak linglung karena tak mampu merespon panggilan itu dengan baik.
"Kamu kenapa? Sehat kan?" Angga akhirnya ikut bersuara. Nita tersenyum tipis, "Gak papa. Kenapa? Ada yang diomongin?"
Angga mengangguk, "Sebenernya tadi udah ke ruangan, tapi beliau gak ada."
"Oh, gitu," balasnya kembali tersenyum yang membuat pasangan ini bingung.
Beberapa detik kemudian, Nita tampak meringis seraya memegangi perutnya.
Badannya mulai perlahan roboh yang sontak membuat dua orang ini panik. Perlahan matanya ikut terpejam bersamaan dengan bayang-bayang kejadian yang terjadi pada sang ayah."Eh, Ta? Nita!" Ajeng menepuk-nepuk pelan pipinya.
"Gimana, Mas?"
"Bawa UGD aja dulu. Ada ranjang gak?" Ajeng celingukan dan mulai mondar-mandir mencari benda itu.
"Gak ada."
"Healah," gerutunya yang kemudian membopong badan Nita menuju UGD dengan Ajeng mengekor di belakang.
Sesampainya di sana Angga langsung membaringkannya dan mundur. "Lha kok mundur, Mas? Gak sekalian diperiksa?" Ajeng bertanya.
"Kamu aja, kan ada kamu," jawabnya sedikit cengengesan.
"Kek gak pernah meriksa cewek aja, sok iye," balas Ajeng dengan wajah judesnya.
Setelah selesai memeriksa, "Kenapa?"
"Parah banget, Mas."
"Lha kok bisa?" Angga mengerutkan dahinya yang membuat Ajeng mengangguk.
"Asam lambung." Seketika wajah Angga yang semulanya tegang menjadi kesal.
"Bercanda lah, Mas," goda Ajeng pada suaminya.
"Gak lucu kamu." Ia mendengus kesal. Sedangkan Ajeng hanya tertawa sembari mengusap-usap lengan suaminya untuk menghilangkan rasa kesalnya.
"Yaudah ayo masuk aja." Angga mengajak istrinya menuju ruangannya.
"Masih mau nganalisis, Mas?" Angga mengangguk seraya tangannya sibuk memilih berkas yang berjajar rapi di rak. Setelah mendapatkan berkas yang diinginkan, ia segera duduk.
Namun, baru saja mendudukkan badannya tiba-tiba ada seseorang berjas putih masuk sambil menggebrak pintu. Pasangan ini pun sontak terkejut dan menengok ke arah pintu. "Santai aja dong, Dok," ujar Angga dengan napas yang naik turun.
"Maaf, Dok. Tadi UGD telpon gak diangkat sama Dokter."
"Owalah, ya, maaf. Kuota saya abis," jawabnya menampakkan barisan gigi putihnya yang membuat dr. Ajeng melirik tak percaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Tanpa Damai
CasualeDi usia yang masih sangat muda Ayu harus menerima fakta bahwa dirinya harus menjadi orang tua pengganti bagi keponakannya, Maya. Mau tidak mau dirinya juga harus menjadi tulang punggung keluarga disaat ayahnya juga ikut menjadi korban "kecelakaan"...