Tiga tahun berlalu dengan suka duka yang beragam. Suara percikan air terdengar sangat jelas dengan sayup-sayup suara ombak laut. Angin berhembus kencang berlalu bersama tawa anak-anak yang terdengar sangat bahagia.
Di sela-sela menemani kedua anaknya berenang, kedua netranya tidak sengaja menangkap seorang wanita yang berjongkok di samping sang anak. Ia menghampirinya, "Kenapa Abi?"
"Gak mau nyebur dia, takut," jawab Rita apa adanya.
"Abi kenapa takut? Kolamnya gak dalem, tu..., Faris, Haris, sama Arez aja berani. Yuk, ada Om Farhan sama Om Angga tu di sana." Farhan menunjuk sang teman yang terlihat sedikit repot mengawasi tiga anak kecil sekaligus.
"Tu, gak dalem kok kolamnya. Sama Om Farhan, ya?" ujar Rita seraya membasahi badan anaknya sebelum menceburkan diri ke kolam. Walau terlihat sedikit takut, ia sebenarnya juga ingin berenang bersama teman-temannya yang lain.
Pada akhirnya ia pun menerima ajakan itu. Farhan perlahan mulai menceburkan badan mungil anak tersebut. Walau sesekali ia kadang meronta karena takut, dengan tenang Farhan terus mengajarinya, "Pelan-pelan, pelan-pelan aja, ya, Abi, ya. Gak usah takut." Perlahan namun pasti, anak tersebut mulai tenang dan dapat bersahabat dengan air.
Di sisi lain, ketiga ibu dari keempat anak tersebut duduk santai di pinggir kolam sambil mengemil ringan dan berbincang.
"Arez jadinya TK di AS apa Indo?" tanya Ayu disambung memasukkan keripik kentang ke mulutnya."Di AS dulu aja. Masih kecil, kasian ntar di sini sendiri. Paling SD nya kalau jadi, manut Mas Angga aku," jawabnya yang membuat kedua temannya saling mengangguk.
"Kamu hamil anak kedua makin nafsu, ya, makannya." Ajeng hanya membalasnya dengan tertawa kecil sambil mengunyah makanan.
"Sehat-sehat, ya, adeknya Arez. Doain mamamu dietnya berhasil habis lahiran kamu nanti," tutur Rita menambahkan.
Sedangkan Ajeng tak membalas apapun dan sibuk memasukkan makanan ke dalam mulutnya, "Kamu hamil doyan makan, tapi badanmu bisa tetep kecil?"
"Ya, sabar dong. Baru juga trimester pertama. Empat bulan ke atas ngembangnya," jawabnya spontan.
"Lha kamu sendiri gak ada niatan nambah adik buat kembar?" Ajeng melemparkan pertanyaan tersebut kepada Ayu.
"Ntar dulu lah. Pikir-pikir lagi, ini dua anak aja udah repot. Paling gak nunggu agak gedhe an dulu." Rita dan Ajeng saling menganggukkan kepala.
"Cewek, ya?" Rita menaik-naikkan alisnya yang membuat Ayu menautkan alisnya.
"Apanya?"
"Kalau mau nambah adek. Siapa tau bisa besanan." Ayu menyipitkan matanya yang sontak membangkitkan tawa di antara mereka.
"Gak mau sama aku aja, Ta?" Ajeng menawarkan.
"Minimal sadar diri dulu, Sayang." Ajeng terkekeh dengan balasan itu.
"Terus kamu balik AS kapan?" Ajeng tampak berpikir.
"Lama lagi kayaknya. Masih pengen main-main," jawabnya seraya mengaduk minumannya.
"Lha terus perusahaan gimana? Masalahnya?" Rita pun ikut bertanya.
"Aman, udah kelar."
Ayu dan Rita tampak syok mendengarnya, "Loh? Kapan?"
"Bulan kemarin. Sebenernya aku udah di Indo empat bulan buat sidangnya dan hasilnya memuaskan sih."
Rita mengerutkan dahinya bingung atas ucapan itu, "Memuaskan? Maksudnya?"
"Perusahaan aman dan gak jadi jatuh ke tangan saudaraku. Malah mereka yang ditahan karena kasus pembunuhan."
Tak ayal mereka pun kaget bukan main mendengarnya, "Iya. Ternyata mamaku meninggal karena dibunuh mereka. Sengaja buat ambil alih perusahaan." Tatapan Ayu dan Rita melemas seraya menghela napas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Tanpa Damai
AcakDi usia yang masih sangat muda Ayu harus menerima fakta bahwa dirinya harus menjadi orang tua pengganti bagi keponakannya, Maya. Mau tidak mau dirinya juga harus menjadi tulang punggung keluarga disaat ayahnya juga ikut menjadi korban "kecelakaan"...