Kini mobil yang dikendarai oleh Farhan sudah sampai di kediaman rumah kakek nenek Maya. "Yu, bangun! Dah sampe," ucapnya pelan seraya menggoyangkan lengan Ayu. Mata Ayu mengerjap menyambut dunia nyata.
Farhan turun dan membuka pintu penumpang depan. Dia mengambil alih Maya dalam gendongannya yang masih tertidur.
Penumpang lain juga ikut terbangun karena sadar bahwa mobil mereka sudah berhenti. Mereka semua segera turun dan masuk ke dalam untuk istirahat.
Tapi, Sofi justru menahan Ayu untuk tidak masuk dulu. Apakah ada hal penting yang ingin dia sampaikan?
"Kenapa?" tanya Ayu dengan mata menyipit yang mengisyaratkan dirinya sudah mengantuk.
"Persidangan," ucap Sofi lirih yang membuat mata Ayu langsung terbuka lebar.
"Kesimpulan kita selama ini udah bener, Mbak."
"Maksudmu?" tanya Ayu bingung tak paham dengan ucapan Sofi.
"Gak ada kesalahan apapun di persidangannya. Kalau persidangannya pake patokan dari hasil penyelidikan sama bukti-bukti yang ada, udah bener, Mbak. Gak ada kejanggalan sama sekali," Ayu berpikir sejenak.
"Tapi kalau dugaan tersangka kita selama ini, masih bisa diselidiki lagi, Mbak."
"Jadi, maksudmu tersangka yang kita curigai bisa aja ada sangkut pautnya," Sofi mengangguk dengan wajah seriusnya.
"Karena hubungan persidangan sama hasil dan barang bukti gak ada yang salah, menurutku ada dua kemungkinan," Ayu juga tak kalah serius dari Sofi.
"Kemungkinan pertama, ada pihak yang sebenernya berpihak sama tersangka. Kemungkinan kedua, ada barang bukti yang sengaja disembunyiin tersangka biar gak ketauan," mendengar pendapat Sofi, Ayu kaget.
Ayu sempat meragukan opini Sofi, tapi Sofi dengan cepat menyanggahnya. "Mbak Ayu sama Pak Wibowo mau seret tersangka ke pengadilan kan?" Ayu mengangguk.
"Gak bisa karena buktinya kurang kan?" Ayu kembali mengangguk.
"Itu bisa jadi karena ada bukti yang kita gak tau. Selama ini juga kita nyurigain dia cuman berlandaskan hubungan masa lalu. Hubungan buruk antara tersangka sama Pak Fariz mungkin bisa mendukung, tapi itu gak bisa dijadiin bukti kalau dia bersalah dan kalimat dari Mbak Raya itu mungkin cuman dianggap opini belaka." Ayu mengangguki segala ucapan Sofi.
"Berarti kita harus cari bukti yang kemungkinan disembunyiin?"
"Gak harus bukti yang disembunyiin. Yang penting bukti yang dianggap bener-bener fakta, bukan opini."
Setelah merasa malam semakin gelap dan hening, mereka mengakhiri obrolan itu karena ditakutkan ada orang lain yang mengetahui.
Setelah masuk mereka pun tidur di kamarnya masing-masing. Sofi tidur bersama dengan Maya dan Ayu tidur dengan suaminya. Mereka berakting seolah-olah tidak ada hal yang perlu dicurigai.
Seperti biasa, mereka semua tidur dan pergi ke alam mimpi. Di sana lah mereka semua menghabiskan panjangnya malam dengan waktu yang sangat singkat.
😊😊😊😊😊
Seorang dokter dengan baju operasi lengkap masuk ke ruang operasi. Di sana dirinya sudah disambut oleh para dokter dan perawat yang akan membantunya melaksanakan tugas.
Tapi, sebelum operasi dilakukan, sang dokter berdiskusi dengan dokter lainnya untuk mengetahui keadaan pasien terlebih dahulu. Setelah dirasa mendapat informasi mengenai pasien, para dokter dan perawat segera mengambil posisinya masing-masing.
Operasi kali ini yang akan mengambil posisi sebagai dokter utama adalah dr. Angga. Asisten satu adalah dr. Ajeng dan asisten dua adalah dr. Raina. Setelah mendapat intruksi, dr. Fatih selaku dokter anestesi segera menyuntikan obat bius kepada pasien.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Tanpa Damai
RandomDi usia yang masih sangat muda Ayu harus menerima fakta bahwa dirinya harus menjadi orang tua pengganti bagi keponakannya, Maya. Mau tidak mau dirinya juga harus menjadi tulang punggung keluarga disaat ayahnya juga ikut menjadi korban "kecelakaan"...