Elemen jingga sang mentari memenuhi langit kala itu. Burung-burung yang membelah langit semakin menambah indahnya suasana sore itu.
Namun, keindahan itu tidak menghentikan aktivitas para makhluk bumi dibawahnya. Keindahan ini juga sudah biasa menjadi teman minum kopi di teras ataupun ditengah kemacetan jalanan.
Seperti wanita ini yang sedang memacu kuda besinya ditengah jalanan. Jangan lupakan juga penumpang yang ada dibelakangnya.
Sampailah mereka di suatu bangunan bercatkan putih bersih yang sangat familiar bagi umat muslim. Mereka memakirkan kuda besinya kemudian segera masuk.
"Assalamu'alaikum semuanya. Maaf, ya, tadi jalannya macet. Kita mulai aja langsung rapatnya," ucap Ayu ramah kepada semua orang didalamnya.
"Kurang ketuanya, Mbak, belum berangkat," Ayu melirik pada manusia disampingnya yang tak lain adalah temannya, Rita. Seakan paham Rita segera menelepon seseorang.
"Halo, assalamu'alaikum. Rapatnya udah dimulai?" terdengar suara bariton khas laki-laki dari ponsel tersebut.
"Waalaikumussalam, belumlah. Jadi gimana?" tanya Rita.
"Gak tau, ya, antara gak berhasil atau emang belum berhasil."
"Yaudah," Rita menyerahkan ponsel nya kepada Ayu sambil menggelengkan kepalanya.
Ayu mengambil alih ponsel tersebut dan menyalakan pengeras suara agar semua orang di ruangan tersebut bisa mendengarnya.
"Halo, assalamu'alaikum. Tolong kasihin ponsel nya ke Farhan, biar aku yang ngomong," Ali segera menempelkan ponselnya ke telinga Farhan.
"Assalamu'alaikum, Farhan," tak terdengar jawaban apapun.
"Gak jawab salam dosa," masih tak terdengar apapun dari seberang.
"Oke deh langsung aja, aku tau kamu masih berduka atas kepergian beliau. Tapi aku sama yang lain gak mau kamu berduka berlebihan, gak baik. Ikhlasin kepergian beliau, jangan memberatkan kepergiannya, InsyaAllah beliau akan dapat tempat terbaik di sisi-Nya. Beliau sudah menjadi pahlawan negeri ini, jadi cukup kenang jasa dan kebaikannya selalu. Jangan meratapi yang sudah pergi," seakan ketimpa uang dari langit, tangan Farhan tergerak mengambil ponsel di tangan Ali dan menjawabnya.
"Waalaikumussalam. Mengikhlaskan orang itu gak gampang, apalagi ini bapakku sendiri. Ingatan tentang kematiannya terekam jelas di otakku," jawab Farhan.
"Aku juga tau kalau itu gak gampang. Tapi kalau kamu gak berusaha dan tetap di zona nyaman, kamu gak bakal bisa bangkit. Buat aku berduka yang berlebihan itu sama kayak jatuh ke lubang hitam."
"Lubang hitam? Black hole maksudnya?" tanya Farhan mengejek.
"Iya. Ketika kamu masuk ke lubang itu, kamu cuma akan diselimuti kegelapan dan kamu harus menemukan cahaya untuk keluar. Proses mencari cahaya itu gak mudah, sama kayak mengikhlaskan. Ketika kamu berhasil menemukannya, berarti kamu berhasil mengikhlaskan. Cahaya itu juga akan membawamu keluar dari keterpurukan. Cahaya itu bisa ditemukan kalau kamu mau berusaha. Jadi, cepat cari cahaya itu atau kamu akan semakin masuk kedalamnya," jelas Ayu panjang lebar.
Farhan terdiam mendengar penjelasan Ayu. Penjelasan yang menurutnya sangat masuk akal dan bisa diterima akal sehatnya. Tapi, disisi lain Ayu sedikit emosi saat menjelaskan analoginya itu.
"Yaudah, oke, analogimu cukup masuk akal, aku bakal cari cahaya itu. Tapi untuk rapatnya kita tunda hari ini, kita ganti besok. Assalamualaikum," dia pun segera mematikan sambungan telepon tersebut.
Keesokan harinya, Farhan pun menepati ucapannya dan berangkat ke masjid untuk rapat dengan para risma (remaja masjid). Seperti rapat risma pada umumnya, mereka akan membahas tentang persiapan dana, properti, jumlah peserta, dan juga konsep untuk mengikuti lomba takbiran.
Rapat lomba secepat ini? Bahkan dua bulan sebelum lebaran.
Ya, karena lomba takbir tahunan antar masjid ini akan memperebutkan piala bergilir.
Bagi kontingen masjid yang mendapat piala bergilir ini pastilah sangat bangga. Piala yang sangat-sangat ingin dimiliki bagi setiap kontingen masjid yang ikut serta walaupun hanya setahun dipegang.
Ya, mungkin inilah alasan para risma mengadakan rapat seawal ini. Masjid mereka termasuk masjid yang besar dan terkenal sehingga banyak anak-anak yang mengikuti TPA disini.
Jadi, mereka juga harus menjaga kedudukan masjid di mata umum. Sebuah kebanggaan tersendiri juga kalaupun masjid mereka bisa mendapatkan piala bergilir itu.
Setelah rapat yang cukup lama dan alot ini berlangsung, akhirnya rapat ini pun ditutup dengan disepakatinya hasil akhir, yaitu konsep lomba takbir tahun ini akan bertema stay brave stay cool dengan jumlah peserta sekitar seratusan orang dan dana sekitar kurang lebih lima puluh juta rupiah.
Rapat resmi dibubarkan dan para anggota pun ikut membubarkan diri.
Tapi tidak dengan Ayu dan Rita, mereka memilih untuk jajan terlebih dahulu bersama Ali dan Farhan.Farhan sebenarnya tak mau ikut jajan, tetapi ia dipaksa oleh Ali karena tak mungkin dia jajan sendiri dengan dua perempuan ini.
Mereka sebenarnya akrab, bahkan untuk Rita dan Ali mereka sudah bertunangan. Hanya Ayu dan Farhan yang tertutup gengsi sehingga mereka susah menjadi akrab.
Mereka terlihat akrab hanya saat rapat atau mengajar para santri. Banyak anggota risma lainnya yang mengatakan Ayu dan Farhan itu cocok, tapi mereka selalu menepis itu semua seakan tidak ingin sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.
Disisi lain mereka juga sudah mempunyai pasangan sendiri.
was lho, jangan terlalu benci nanti malah jadi jodoh.___________________________________________
Mengikhlaskan sesuatu bukan berarti melupakannya, melainkan suatu proses untuk berdamai dengan keadaan agar kesedihan yang ditorehkan tidak semakin dalam.
😊Ayu Shaima Az-Zahra😊
Janlup vote n komen yak!
Janlup juga follow @aq_lghalu.wp!
Next👉🏻
Yogyakarta, 1 Juli 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Tanpa Damai
RandomDi usia yang masih sangat muda Ayu harus menerima fakta bahwa dirinya harus menjadi orang tua pengganti bagi keponakannya, Maya. Mau tidak mau dirinya juga harus menjadi tulang punggung keluarga disaat ayahnya juga ikut menjadi korban "kecelakaan"...