"Jadi gitu ceritanya?" Ayu mengangguk seraya menatap gundukan tanah di depannya.
"Pantes Putri juga mikir pengen nyusul. Seberarti itu dia buat hidup adiknya." Ayu kembali mengangguk.
"Yang tenang di sana, ya, Mas. Putri udah lebih baik dari sebelumnya dan bakal kujagain terus," ujar Ayu seraya mengusap nisan itu.
Farhan menatapnya dan mengulur sebuah senyum tipis. "Makasih udah hadir sebagai temen juga kakak tingkat yang baik, Mas. Makasih juga udah jadi cinta pertama Ayu."
Mereka saling bertatapan, "Aku janji bakal jaga cinta pertamamu ini sampai mati dan bakal selalu ku kenang jasamu yang udah bawa aku sama Mbak Nova pulang ke rumah dengan selamat. Tenang di sana, kami semua selalu ada buat Putri."
"Emm..., baper," celetuk Ayu dengan kekehannya.
"Dah? Mau ke tempat ayah?" Ayu mengangguk dengan senyumnya.
Kini kaki mereka sudah menginjak tanah yang berbeda dari sebelumnya. Mereka duduk dan menengadahkan tangan melangitkan doa. "Gak mau sekalian ke tempat bapak, Mas?"
"Liat nisannya dari sini udah cukup buat ngobatin kangennya."
"Bapak sehebat itu, ya, di matamu, Mas." Farhan mengangguk seraya terus memandang nisan ayahnya dari kejauhan.
"Karena bapak sendiri yang bikin aku bisa kayak gini. Bapak sendiri juga yang udah bentuk karakterku sampai sejauh ini."
Ayu mengangguk paham atas penjelasan itu, "Pria yang hebat lahir dari didikan ayah yang hebat."
"Wanita pemberani lahir dari didikan ayah yang pemberani juga."
"Dan sebentar lagi, kamu juga bakal jadi sosok ayah yang sama seperti ayah juga bapak." Farhan awalnya mengangguk, tapi ketika ia sadar, ia menoleh ke arah Ayu dengan tatapan bingung.
"O iya, dari kemarin mau ngasih ini tapi lupa terus. Gak ku keluarin sama sekali dari tas." Ia merogoh tasnya dan mengeluarkan sebuah kertas persegi.
Farhan menerimanya dan mulai mencernanya dengan baik. Sampai akhirnya, "Serius? Ini beneran?"
Ayu mengangguk pasti dengan senyum yang sangat lebar, "Gak mimpi kan aku, Yu?"
"Gak, Mas," jawabnya dengan sedikit kekehan.
"Alhamdulillah," seru Farhan saat itu juga dan langsung memeluk Ayu.
"Udah berapa minggu?"
"Em..., kehitung udah lima mingguan harusnya," jawab Ayu apa adanya.
Farhan mengangguk, "Pantes belakangan ini kamu manja banget."
Ayu tertawa, "Gak ada yang ditanyain lagi, Mas?" Ayu mencoba memancing suaminya akan suatu hal.
"Ha? Emang apa lagi?"
"Itu coba diliat lagi fotonya." Farhan memusatkan fokus juga pandangannya pada foto hasil USG itu.
"Gak ada yang aneh perasaan, Yu."
Ayu memutar bola matanya, "Coba, ini kan ada gambar bulet kecil nih. Ada dua." Farhan mengangguk.
"Nah, gambar buletan itu tu janin yang lagi tumbuh." Farhan mengangguk lagi.
"Nah, disitu kan ada. Berarti janin yang lagi tumbuh ada...?"
"Dua," jawab Farhan benar seperti anak kecil belajar mencongak.
"Pinter! Artinya?"
"Kembar?"
"Betul sekali." Muka Farhan pun justru semakin kaget dari sebelumnya.
"Gak usah bingung gitu to, Mas. Anakmu kembar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Tanpa Damai
De TodoDi usia yang masih sangat muda Ayu harus menerima fakta bahwa dirinya harus menjadi orang tua pengganti bagi keponakannya, Maya. Mau tidak mau dirinya juga harus menjadi tulang punggung keluarga disaat ayahnya juga ikut menjadi korban "kecelakaan"...