Di tengah naungan kegelapan malam terlihat beberapa prajurit bersenjata lengkap bergerak dalam heningnya malam. Mengendap-endap dengan tugas masing-masing siap membawa pulang teman mereka.
Semakin lama mereka semakin mendekat ke titik yang menjadi target. Mereka semua diam mengamati keadaan sekitar target dan pergerakan mangsa.
Keadaan yang sunyi seolah membantu mereka. Mereka mulai bergerak memasuki wilayah target. Semuanya benar-benar sesuai harapan dan perkiraan.
Pencarian pun dimulai. Tak perlu waktu lama mereka sudah menemukan ketiga temannya. Keadaan mereka benar-benar tidak beraturan dan beberapa bagian tubuh mereka sudah berlumuran dengan cairan merah.
Sang komandan memberi kode kepada anak buahnya untuk melepaskan mereka semua. Salah satu wanita yang juga ikut dalam tim segera membuka rantai yang mengikat temannya dengan pisau.
Seketika tubuh pria yang ia bantu ambruk karena sudah tak berdaya. Bahkan untuk membuka mata pun tak kuat. Tapi, dengan sigap wanita itu menangkapnya dan mengecek denyut nadinya. Dirasa semua sudah aman, mereka mulai mengendap-endap keluar.
Hal yang tidak mereka ketahui sama sekali adalah ada mata lain yang mengamati.
Mata-mata itu mengikuti diam-diam tanpa sepengetahuan mereka ketika mulai melangkahkan kaki keluar.Setelah berhasil menjauhi titik target, mereka berhenti untuk mengobati teman-teman mereka. Selaku dokter tentara, wanita itu segera mengobatinya karena fajar akan segera hadir.
Setelah sadar, mereka semua diberi air. Karena tak mungkin, mereka melakukan perjalanan dengan keadaan dehidrasi. Dua orang dari mereka digendong karena tak kuat berjalan, sedangkan satunya dipapah oleh si wanita.
Ternyata mata-mata itu masih mengikuti mereka diam-diam. Tapi, kenapa mereka enggan untuk menyerang?
"Masih kuat?" pria itu mengangguk lemas. Dokter tentara itu lanjut memapahnya lagi. Waktu yang tepat tiba.
Dor!
Salah satu anggota tim di posisi paling belakang tertembak dan suara itu mengalihkan perhatian seluruh anggota tim termasuk sang komandan.
Anggota tim yang siap sedia termasuk sang komandan langsung mundur menghadap mata-mata dalam keadaan waspada. Senapan mereka saling mengarah antara satu sama lain.
Dua anggota termasuk dokter tentara diperintahkan untuk mundur dan membawa teman-temannya menjauh. Tapi, mata-mata yang merupakan musuh melarang mereka pergi dan menginginkannya kembali.
Sang komandan tak menghiraukan itu sama sekali dan tetap meminta mereka untuk kembali.
"Masih bisa lari?" pria itu kembali mengangguk. Tetapi, ada rasa resah dan khawatir di dalam lubuk hatinya.
Baku tembak pun terjadi ketika mereka semua berlari mundur memisahkan diri dengan tim.
"Mbak, tapi bapak gimana?" tanya pria itu pada si wanita.
"Dia sekarang bukan bapak, Han, tapi komandan," ucapnya tegas walaupun dirinya juga resah.
"Tapi, Mbak."
"Ini perintah komandan," tegas kakak perempuannya.
Tapi, pria itu justru mengambil langkah yang sangat berbahaya. Dia merampas pistol kakaknya dan lari memutar arah kembali ke tempat semula.
Padahal mereka semua sudah berlari cukup jauh, "FARHAN!"
Tepat ketika sampai, di situlah mimpi buruk dimulai. Dengan mata kepalanya sendiri, dia menyaksikan secara langsung kematian menjemput sang ayah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Tanpa Damai
RandomDi usia yang masih sangat muda Ayu harus menerima fakta bahwa dirinya harus menjadi orang tua pengganti bagi keponakannya, Maya. Mau tidak mau dirinya juga harus menjadi tulang punggung keluarga disaat ayahnya juga ikut menjadi korban "kecelakaan"...