"Bulan depan kamu sembuh, ya."
Pasien ini sontak mendelik, "Le ngomong penak banget. Sikilku piye?"
(Ngomongnya enak banget. Kakiku gimana?)
"Ha yo urusanmu. Karepku sasi ngarep kowe mari."
(Ha yo urusanmu. Mauku bulan depan kamu sembuh.)
"Emoh. Emang kenapa? Kamu yang bilang sendiei paling gak empat bulan buat bisa jalan tanpa pegangan, itu pun belum sepenuhnya sembuh." Pasien itu memilih bertanya.
"Bulan depan aku udah gak jadi dokter."
"Maksud?" Pasien itu menaikkan alisnya sebelah.
"Aku yang naik posisi ngisi kursi. Aku udah ngajuin pengunduran diri ke RS. Bulan depan berangkat ke AS."
"Demi apa? Kok gak Ajeng aja yang naik?" Pasien itu tampak syok dengan fakta yang ia dengar.
"Dia gak mau, masih sayang sama spesialisnya kayaknya."
"Lha kamu sendiri gak sayang?"
"Ya, kalau tanya sayang apa gak, jujur aku juga sayang. Tapi, yo, piye? Timbang dijipuk wong, mah saya rekasa meneh."
(Tapi, yo, gimana? Daripada diambil orang malah tambah susah lagi.)
Pasien itu mengangguk-anggukkan kepalanya, "Menurutmu mending aku kuliah lagi atau gak?" Sang dokter mencoba meminta saran pada pasiennya.
"Mau ngapain kuliah lagi?"
"Ya, kan selama ini aku kuliah kedokteran. Sedangkan perusahaan yang bakal ku pegang itu perusahaan fashion." Pasien itu kembali mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Ya, menurutmu kamu butuh gak?"
"Aku tu minta saran malah balik tanya," ujar sang dokter yang nampak frustasi.
"Ya, kan itu tergantung kebutuhanmu juga, kamu butuh atau gak? Kalau butuh, ya, kuliah lagi gak papa. Kalau gak, ya, gak papa selagi kamu bisa ngurusnya. Ngono kok mumet to?"
(Gitu kok pusing to?)
Sang dokter pun memasang raut kesal karena penuturan pasiennya. "Iyoh, hooh."
"Ali dimana e?"
"Nggoleki? Kangen po, Han?" Godanya pada Farhan.
(Nyariin? Kangen po, Han?)
"Gak. Jarang keliatan aja," jawabnya membantah hal menggelikan itu.
"Ngurusi nyidam e Rita." Farhan mengernyitkan dahinya tanda bertanya pada temannya Angga.
"Rita meteng." Tak sengaja Farhan tersedak saat minum ketika mendengarnya.
(Rita hamil)
"Alon-alon, rasah koyo cah cilik" ucap Angga yang membuat Farhan meliriknya tajam.
(Pelan-pelan, gak usah kayak anak kecil)
"Tenan e Rita meteng?" Angga mengangguk.
(Beneran Rita hamil?)
"Yo alhamdulillah, kalau gitu."
Tak berselang lama, terlihat seorang pria datang menghampiri mereka dengan tiang infus dalam genggamannya. Angga yang melihatnya pun langsung kaget, "Kusuruh belajar jalan tu di kamarmu aja, malah sampai keluar segala."
"Sempit, Mas."
"Kamar jembar e ngono seh kurang jembar, Yu?"
(Kamar luasnya begitu masih kurang luas, Yu?)
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Tanpa Damai
RandomDi usia yang masih sangat muda Ayu harus menerima fakta bahwa dirinya harus menjadi orang tua pengganti bagi keponakannya, Maya. Mau tidak mau dirinya juga harus menjadi tulang punggung keluarga disaat ayahnya juga ikut menjadi korban "kecelakaan"...