STD | | 43. Aku Ketemu Ayah dan Ibu, Ante

14 2 0
                                    

"Kok mukamu sepaneng banget e, Mas?"

Pasalnya, sedari tadi Rita melihat suaminya terus manautkan kedua alisnya yang semakin menggambarkan dirinya sedang dilanda rasa khawatir. Suaminya masih tetap diam tak menjawabnya dengan tangan kanan terus menyangga kepalanya.

"Mas, ditanyain diem aja. Kenapa sih?"
Rita dengan sengaja menyenggol lengan suaminya hingga dirinya hampir terjungkal ke depan.

"Tadi sambat perut e gak enak, sekarang ngelamun kek gitu. Kenapa sih? Mbok cerita," cerocos wanita berambut sedang itu.

Suaminya perlahan menegakkan punggungnya dan mulai bercerita, "Tadi tu Farhan kesini, tapi cuman bentar."

"Terus?"

"Terus dia bilang kalau aku suruh jagain ibunya Ayu sama Tari sampai aku dapet kabar dari dia. Tapi, selama itu aku dimintain buat jangan pergi kemana-mana. Terus, dia bilang lagi, kalau dia ada ngirim alamat gitu, dia minta aku nyusul," jelas Ali panjang lebar.

"Beneran? Gak lagi bohong kan?" Rita melipat tangannya dan menaikkan alisnya sebelah.

"Beneran, Han. Aku gak bohong."

Lewat sedetik setelahnya, pria itu tiba-tiba beranjak dan berlari kecil ke kamar mandi. "Tu kan, kumat lagi. Masuk angin kali, ya. Dari tadi bolak-balik kamar mandi mutah mulu. Mas..., dikerokin mau gak?" tawarnya yang ikut beranjak menyusul suaminya di kamar mandi.

😊😊😊😊😊

Keringat bercucuran dan punggung yang linu kini mereka rasakan. "Mas, berapa banyak lagi berkas yang harus dicari?"

Putri kini benar-benar menjadi remaja jompo yang sesungguhnya dengan terus memegangi punggungnya yang terasa sedikit linu. "Iya juga. Bapakmu kok hobi banget sih bikin kasus?" Aksa pun tak kalah lelah seperti adiknya. Bahkan sampai berucap demikian.

Gavin meliriknya tajam, "Yo kok tanya saya. Wong saya cuman anaknya," ucapnya yang duduk lesehan.

Sontak hal itu membuat kakak beradik ini menatap tajam Gavin, kecuali Arum. Wanita itu hanya menatapnya polos dengan napas yang sedikit tidak stabil.

"Yaudah lah, bentar lagi juga selesai. Masih beruntung aku mau nyusul kalian bertiga kesini, kalau gak." Gavin mempraktekan tangannya seolah pistol yang ditembakkan ke kepalanya sendiri.

"Dih, sok iye banget," ejek Putri pada Gavin. Mereka berdua pun saling melemparkan tatapan tajam.

"Le mat-matan rasah suwe-suwe. Ngasi seneng karo cah siji iki tak gaplok kowe," ancam Aksa pada adiknya.

(Liat-liatannya gak usah lama-lama. Sampai suka sama ni anak satu kupukul kamu)

"Dih, lagian aku wes ditaksir karo gus," sombongnya pada kedua pria itu.

(Dih, lagian aku dah ditaksir sama Gus)

"Gus? Siapa?"

"Zulfikar," jawab Putri.

"Emang Zulfikar anak kyai? Dia juga udah punya pacar lagian," ujar Gavin.

Putri menggeleng, "Udah putus. Tapi kalian kok bisa tau Zulfikar?"

"Adik tingkat," jawab Aksa dan Gavin kompak.

"Emang iya Zulfikar gus?" Putri pun mulai tak yakin dengan hal itu karena ucapan kakaknya sendiri. "Lha terus, kamu mau sama dia?"

"Belum juga dilamar, baru ketemu ortunya malah endingnya disini." Putri kembali menatap sinis pada Gavin.

"Aku meneh. Wes, serba salah aku." Gavin semakin merasa frustasi karena merasa paling disalahkan.

Senja Tanpa DamaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang