Suara deringan telepon menghentikan aktivitas seorang wanita berseragam putih. Dia mengangkat panggilan tersebut yang merupakan panggilan video.
Layar ponselnya dipenuhi oleh dua wajah manusia, siapa lagi kalau bukan kakaknya dan ponakannya yang paling gemas.
"Assalamu'alaikum, Ante," ucap Maya gemas sambil melambaikan tangan kecilnya.
"Waalaikumussalam ponakannya Tante yang paling gemesin. Gimana liburannya, seru gak?"
"Selu banget, Ante. Alusnya Ante uga ikut, bial tambah selu," ucapnya sambil mengerucutkan bibir.
"Tapi kan Tante masih ada kuliah, besok deh kapan-kapan Tante yang ajakin kamu jalan-jalan," Maya bersorak kegirangan.
"Widih, ibu dan anak bajunya kembaran nih, pink-pink alibaba!" pujinya.
"Iya dong, namanya ibu dan anak yang kompak, ya, kayak gini," balas Raya bangga kepada Ayu yang hanya mengiyakannya.
"Mbak, perasaan lama banget liburannya, kemana aja sih?" tanya Ayu penasaran.
"Kemarin sekalian mampir ke rumah ortunya Mas Suami, alias my mertua."
"Pantes lama. Ayah dim-" belum sempat melanjutkan kalimatnya, Ayu dibuat terkejut dengan suara yang sangat keras seperti ledakan dari seberang telepon.
"Mbak, itu suara apa?" tanya Ayu penasaran.
"Gak tau, aku matiin dulu, ya. Nanti ku telepon lagi," sambungan itu pun dimatikan sepihak oleh Raya.
"Semoga aja mereka gak kenapa-kenapa," batin Ayu khawatir.
"Kenapa, Yu?" tanya seseorang padanya yang membuat Ayu menggelengkan kepalanya pelan sembari tersenyum.
"Kita ke kelas aja yuk! Bentar lagi masuk," mereka beranjak dari tempat semula menuju ke kelas.
Namun selama kelas berlangsung, Ayu dibuat tak nyaman dengan nomor tak dikenal yang terus menerornya. Beruntung dia segera mematikan data ponselnya. Kalau tidak dirinya pasti kena omel sang dosen.
Setelah kelas selesai, dua sejoli ini segera menuju ke sebuah mobil hitam yang terparkir rapi dengan mobil-mobil lain. Ayu segera menyalakan AC untuk mendinginkan tubuhnya yang serasa akan terbakar karena teriknya matahari.
"Yu, tadi siapa sih yang bolak-balik telepon kamu pas kelas?" tanya Rita memecah keheningan.
"Gak tau, nomor gak dikenal," baru saja mereka membicarakan hal itu, tiba-tiba ponsel Ayu berdering.
Ayu berdecak kesal karena nomor tersebut seperti menerornya terus sedari tadi. Namun, pada akhirnya dirinya tetap mengangkat panggilan tersebut.
"Halo, maaf ini dengan siapa? Tolong jangan ganggu saya, saya tidak kenal dengan Anda. Ada keperluan apa?"
"Halo, betul ini dengan Saudari Ayu?" tanya sang penelepon.
"Iya, betul," jawab Ayu singkat.
"Jadi saya dari pihak rumah sakit ingin memberitahu sesuatu, disini ada seorang anak yang merupakan korban kecelakaan, dia terus menangis dari tadi sambil memanggil-manggil ibunya yang sedang kritis, tapi dia tidak mau mengatakan namanya ketika kami tanya. Kami menemukan sebuah ponsel di dalam mobil dan nomor anda di riwayat telepon paling atas. Betul Saudari adalah anggota keluarga korban?" dirinya mulai was-was dan mulai muncul perasaan negatif.
"Kalau boleh tau siapa saja korbannya dan bagaimana ciri-cirinya? Setelah itu, tolong berikan teleponnya kepada anak itu!" titahnya to the point untuk menumpas rasa was-wasnya.
Pada saat ini dirinya hanya mampu berharap bahwa korban tersebut bukanlah anggota keluarganya yang sedang pergi berlibur.
"Korbannya ada seorang anak perempuan yang sepertinya batita, satu wanita yang sedang kritis, dan dua pria yang sudah dinyatakan meninggal. Untuk ciri-cirinya, si batita menggunakan baju terusan berwarna pink, si wanita juga sama, hanya saja ditambah menggunakan jilbab pashmina berwarna cream, dan dua pria yang dinyatakan meninggal menggunakan baju berwarna biru dan putih dengan celana panjang berwarna hitam," jelas pihak rumah sakit panjang lebar dan kini telepon beralih ke tangan anak yang menangis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Tanpa Damai
RandomDi usia yang masih sangat muda Ayu harus menerima fakta bahwa dirinya harus menjadi orang tua pengganti bagi keponakannya, Maya. Mau tidak mau dirinya juga harus menjadi tulang punggung keluarga disaat ayahnya juga ikut menjadi korban "kecelakaan"...