Di tengah asiknya memakan kudapan seraya berbincang, sebuah suara menyadarkan mereka. Suara itu adalah deringan telepon yang masuk ke salah satu ponsel dua wanita.
Wanita itu pun segera mengangkatnya yang berasal dari temannya, "Baru tadi diajakin, udah telpon."
"Angkat-angkat, ajak aja kesini!" wanita itu mengangguk dan mengangkat telponnya.
"Halo, assalamu'alaikum. Langsung kesini aja, Rit," ucap sang penjawab.
"Lama tidak berjumpa, Ayu," mendengar suara itu Ayu langsung diam membisu.
Suara yang seharusnya suara seorang wanita justru berganti suara berat khas seorang pria. Ayu tahu betul bahwa suara itu bukanlah suara Ali ataupun pria yang ia kenal. Lalu, siapa pria dalam telepon?
Tak sadar tangan Ayu perlahan mulai meremas ponsel yang ia letakkan di telinganya.
"Yu!" panggil temannya sambil melambai-lambaikan tangannya.
Tatapan lembutnya kini berubah menjadi tatapan tajam penuh amarah. Napasnya kian memburu, "Kamu masih disana kan? Kamu tidak tuli kan?"
"Baiklah kalau kamu tidak mau menjawab. Biarkan temanmu yang bicara," pria penelepon itu mendekatkan ponselnya ke Rita yang sudah gemetar ketakutan.
Rita yang sekarang dalam kondisi tangan terikat dan mulut diplester pun bingung. Dia ini sebenarnya punya otak atau tidak?
"Ah, iya. Maaf-maaf, aku lupa jika kamu tidak bisa bicara sekarang," ucapnya santai disambung seringaiannya.
Di sisi lain dirinya ketakutan, tapi Rita juga sangat marah dengan tingkah pria itu. "Kamu lebih baik kemari saja dan lihat apa yang terjadi dengan temanmu," ucapnya di telepon seraya hendak menyentuh puncak kepala Rita. Rita yang sadar segera menghindar.
"Oke. Mau kamu apa? Kamu mau dia?" terdengar suara tawa kecil dari seberang.
"Aku dateng sekarang. Tapi, kita buat kesepakatan. Jaga jarak sama Rita sampai aku datang."
"Hei...! Kenapa repot-repot membuat kesepakatan?" kini berganti Ayu yang menyeringai.
"Ya..., gak mau aja gitu nangkep calon kriminal gitu aja tanpa trik. Gak asik, anggep aja lagi main," sang pria mendengar itu mulai tersulut api amarah dan langsung mematikan sambungan telepon.
"Kamu dengar temanmu? Dia tetap sama seperti dulu," ujarnya tampak frustasi.
Di sisi lain, Ayu buru-buru keluar dari kafe, "Jeng, makasih, ya, traktirannya."
"Eh, iya-iya, bentar. Kenapa sih Rita?" tanyanya penasaran karena takut hal buruk terjadi pada temannya.
"Besok aja, ya, aku ceritain," Ayu pun bergegas pergi dari kafe dan menuju rumah Rita.
Dia memacu motornya di jalanan dengan kecepatan tinggi. Tak peduli apa tanggapan pengemudi lain, karena yang ada dipikirannya sekarang hanyalah temannya yang sedang dalam bahaya.
Dia tidak mau pria itu datang ke kehidupan temannya lagi hanya dengan dalih yang sama, yakni menginginkannya. Cukup di masa lalu saja dia hadir sebagai antagonis, jangan pula di kehidupannya sekarang.
😊😊😊😊😊
Rita kini semakin ketakutan ketika pria itu justru mengunci pintu kamarnya. Tapi anehnya, pria itu membiarkan pintu gerbang terbuka dan pintu utama tidak terkunci.
"Kamu kenapa?" tanyanya lembut namun menyeramkan seraya mengusap kepala Rita yang tertutup mukena. Tak ada gunanya lagi sekarang dia menghindar, posisinya sekarang sudah sangat terpojok.
![](https://img.wattpad.com/cover/345570160-288-k675141.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Tanpa Damai
RandomDi usia yang masih sangat muda Ayu harus menerima fakta bahwa dirinya harus menjadi orang tua pengganti bagi keponakannya, Maya. Mau tidak mau dirinya juga harus menjadi tulang punggung keluarga disaat ayahnya juga ikut menjadi korban "kecelakaan"...