prolog

25.4K 1.2K 24
                                    

"Ada apa, Den? Tumben lo nelepon gue malam-malam begini. Kangen?"

"Dih, ngapain gue kangen sama lo?"

"Terus?"

Aiden diam sejenak, menatap ke luar jendela. Suasana gelap menjadi pemandangan yang dilihatnya. Sudah pukul dua pagi, namun ia tidak dapat terpejam sama sekali. Beruntung, sang kakak juga sama.

"Den?"

"Kak, lo kapan pulang?"

"Pulang? Gue selalu di rumah."

"Maksud gue, kapan lo datang ke rumah gue?" Aiden meralat pertanyaannya. "Semenjak orang tua kita cerai, lo nggak pernah sekali pun main ke sini lagi."

"Gue sibuk. Maaf, ya. Kalau gue udah nggak sibuk, gue pasti main ke sana."

"Bunda juga selalu sibuk. Nggak pernah ada waktu buat gue. Yah, lagian juga, bunda nggak pernah berharap punya anak kayak gue, sih. He-he." Helaan napas terdengar begitu lesu. "Gue kesepian banget di sini. Lo main, ya, sekali aja."

"Iya, iya. Gue janji, nih, kalau udah nggak sibuk, gue bakal main ke sana." Rafka diam sejenak, kemudian berdeham. "Atau pas libur semester besok, ya?"

"Libur semester besok?" Aiden mencicit pelan. Ia menggigit bibir bawahnya sejenak. "Gue ... masih punya waktu sampai selama itu nggak, ya?"

•to be continued•

A/n

Huah, akhirnya aku mengeluarkan cerita ini (dari kepalaku) wkwkwk

Statusnya masih coming really really really soon hehe. Semoga suka!

180 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang