"." SeMbiLaN "."

77 4 2
                                    

Happy Reading















































          Mendengar suara seseorang tengah memasukkan Pin pintu Penthouse, Eira sekertika langsung berjongkok tepat sebelum Alric membuka pintu.

     *Astaga!! Bagaimana ini? Bagaimana jika aku ketahuan? Bisa tamat riwayatku.* batinnya seraya berfikir keras untuk mencari solusi, sembari menatap langkah kaki Alric, yang tengah berjalan menuju tangga, melalui  sisi top table, sebelum akhirnya memutuskan mengirim pesan pada Juan, tentang apa yang harus ia lakukan sekarang. Karna biar bagaimanapun, ia tak ingin kehilangan pekerjaannya.

Eira : Tuan! Haruskah saya kabur?

Juan : Kaburlah, jika itu memungkinkan.

        "Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Alric yang seketika buat Eira terkejut. Namun bukannya langsung menjawab, Eira memilih membenarkan atribut kebersihan yang ia kenakan terlebih dahulu, seperti masker dan faceshield, yang sebelumnya sempat ia lepas sejenak, saat mengangkat telepon masuk dari Juan. Karna biar bagaimanapum, ia tak ingin di marahi oleh Bosnya, akibat tidak menaati aturan yang telah ia sepakati.

    "Maaf Tuan, koin saya terjatuh." jawab Eira seraya berdiri perlahan, namun tetap dengan kepala tertunduk, tanpa melihat wajah Alric sedikitpun. Hingga Alric yang penasaran, tampak kesulitan melihat wajah Eira.

     "Apa sudah ketemu?" tanyanya tanpa mengalihkan tatapannya dari Eira yang masih setia menunduk.

"Sudah Tuan. Saya permisi dulu." ujar Eira segera mengambil langkah seribu, setelah membungkuk sopan pada Alric dan meraih tas slempang yang ia letakkan diatas top table.

    Alric yang melihatnya tampak terkejut, sebelum akhirnya tersadar, jika asistennya itu agak mirip seseorang. "Eh Tunggu!" panggilnya yang tak diidahkan Eira, hingga membuat Alric mau tak mau segera mengejar Eira. Namun sayang, Eira sudah masuk kedalam lift, dan terus menerus menekan tombol agar liftnya segera menutup.

    Melihat itu, Alric tak menyerah, dan segera bergegas menuruni tangga untuk mengejar Eira, hingga akhirnya ia berhasil mengejar Eira di lantai 45.

   Eira yang awalnya merasa lega, kini tampak khawatir, saat pintu lift terbuka dan menampakkan sosok laki-laki jangkung tengah terengah-engah menatapnya, yang sudah melepaskan masker serta faceshield dari wajahnya, hingga membuat kedua netra mereka saling beradu, sebelum akhirnya Eira berlutut meminta pengampunan, agar ia diberi kesempatan untuk hidup, alih-alih membunuhnya, karna ia hanyalah seorang perawan tua yang menyedihkan, yang belum sempat merasakan jatuh cinta, apa lagi berkencan. Jadi ia benar-benar memohon dengan sangat, sembari berderai air mata, hingga membuat seorang Alric tak dapat lagi menahan tawanya.

   "Siapa yang akan membunuhmu, Nona?" tanya Alric yang masih dengan sisa tawanya, seraya melangkah masuk kedalam lift untuk mengulurkan tangan pada Eira.

    "Benarkah? Kau tidak akan membunuhku, Tuan?" dongak Eira sebelum bangkit menerima uluran tangan Alric, setelah mendapat anggukkan serta ulasan senyum meyakinkan dari laki-laki yang masih tampak menetralkan nafasnya itu.

    "Eung. Tentu saja."

"Ah syukurlah." Eira menghela lega, karna dugaannya salah.

     "Tunggu! Tapi bagaimana bisa, kamu berfikir, jika aku adalah seorang pembunuh?" tatapnya setelah menekan tombol lift nomor 49. Namun bukannya langsung menjawab, Eira justru menanyakan perihal, kenapa Alric menekan tombol 49.

Insomnia Kiss (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang