"." TiGa "."

129 7 0
                                    

Happy Reading




















































    


     Saat Eira hendak membuka pintu Penthouse, Juan segera menarik lengannya, dan bekata. "Tuan akan segera tiba. Tolong kembali saja besok, Nona."

  Eira mengangguk mengerti.  "Ah, baiklah Tuan. Aku permisi dulu." ucapnya sembari membungkuk sopan, sebelum bergegas pergi melalui tangga darurat. Karna biar bagaimanapun, Eira tak boleh berpapasan apalagi bertemu Alric yang kini tengah menaiki lift, sesuai dengan syarat yang tercantum pada kontrak kerjanya. Jadi terpaksa, untuk sementara Eira harus menuruni tangga darurat, hingga Juan mengirimnya pesan, jika Alric sudah tiba di Penthousenya, yang berada di lantai 49, lantai paling atas di gedung ini.

.Di Sisi Lain

     Alric tampak tersenyum simpul, saat menatap jam tangan hitam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya, lagi-lagi Ia kembali mengingat kejadian semalam. "Astaga! Aku bahkan lupa untuk menanyakan namanya." ucapnya sebelum keluar dari lift dan bergegas masuk ke dalam Penthouse, untuk berganti pakaian, karna tadi ia tak sengaja bertabrakan dengan seorang dokter wanita yang tengah membawa kopi, saat menyusuri lorong Rumah Sakit. Alhasil kemeja yang ia kenakan menjadi kotor, akibat terkena tumpahan kopi.

.Di Tempat Lain

      Dengan senyum semangat, Arvino membalik tanda Close menjadi Open, pada pintu Kafenya, yang sudah ia rintis sejak lulus SMA, sembari kuliah, atau sekitar 10 tahun lalu. Meski tak begitu besar, namun Arvino memiliki beberapa pekerja untuk membantunya dalam mengurus Kafe, yang terbilang jarang sepi pengunjung.

    "Selamat datang." sapa Arvino pada pengujung pertama, sembari terus menyunggingkan senyum khasnya, yang akan buat siapa saja pasti meleleh.

    "Silahkan Kak, mau pesan apa?" tanyanya pada pengunjung wanita dihadapannya, yang justru tampak terpesona pada Arvino, karna nyatanya, pengunjung itu tidak langsung menjawab pertanyaan Arvino, melainkan  terus menatap Arvino dengan raut terpesona, hingga sebuah gerakkan tangan dari Arvino, seketika menyadarkan pengunjung tersebut.

     "Halo. Mohon maaf kak, antriannya sedikit mengular." ujarnya yang buat pengunjung wanita tersebut seketika tersadar, kemudian menoleh dan terkejut dengan antrian dibelakangnya.

    "Ah! Maaf." ucap pengunjung itu dengan agak sedikit tersipu, sebelum mulai menyebutkan pesanannya, sembari curi-curi pandang pada Arvino, yang ketampanannya memang tak bisa di abaikan begitu saja.

    Melihat gelagat pengunjung yang demikian, Arvino tak merasa heran, karna hal itu sudah menjadi makanannya setiap hari selama 10 tahun, jadi ia tetap bersikap ramah seperti biasa. Tanpa terpengaruh situasi sedikitpun, karna ia sudah memiliki seseorang yang telah mengisi hatinya sejak belasan tahun lalu.

.Di Tempat Lain

         Nala tampak sibuk dengan pekerjaannya, sebagai seorang karyawan toko kosmetik di salah satu sudut Mall berlantai 6 tersebut. Ia mulai menawarkan serta menjelaskan berbagai produk terbaru dan terbaik yang tokonya miliki, kepada setiap pengunjung yang mampir. Bahkan ia juga tak segan, membantu sebagian pengunjung yang tampak kebingungan bagaimana cara mengaplikasikan beberapa produk tertentu, yang masih asing bagi mereka. Ia juga tak lupa membagikan berbagai tips, agar make up yang mereka aplikasikan tampak natural serta tahan seharian.

    "Huft! Akhirnya, waktu istirahatku tiba." hela Nala, sebelum berpamitan kepada rekannya, untuk giliran makan siang. "Gue duluan ya!"

   "Iya, Nal! Yang penting jangan nyangkut di Kafenya Arvino. Awas lho ya!!" peringat Revia, gadis bermata monoloid bak Main Dancer Red Velvet, Kang Seulgi.

Insomnia Kiss (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang