"." TiGa PuLuH EnAm "."

25 2 0
                                    

Happy Reading





















        Arvino tengah berdiri di balkon apartemennya, sembari menatap kosong dan menyesap secangkir kopi di tangannya beberapa kali.

   *Sebenernya apa yang terjadi sama Eira sih?! Kenapa akhir-akhir ini lebih suka nongkrong di depan minimarket, dari pada Kafe? Sendiri pula.* batinnya sebelum kembali menyesap kopi, dan memilih duduk di kursi rotan yang berada di balkon, setelah meletakkan cangkir kopi di meja kayu berbentuk persegi di dekatnya.

      "Haruskah aku mendekatinya dan bertanya?"

   "Tapi--" Arvino menjeda ucapannya. "Sepertinya itu pilihan yang buruk. Karna sudah pasti Eira bakal berkilah."

    Setelah berdialog sendiri, Arvino akhirnya menghela dan mengusap wajah, Frustasi, sembari mendumel kesal. Sebelum memutuskan beranjak masuk ke dalam kamar."Huft! Kenapa sih, Ra?! Kamu tu suka banget memendam masalah sendiri? Kenapa sih! Gak berbagi sama aku kaya dulu, gitu. Kenapa? Hem? Kenapa?"

.Di Tempat Lain

     Eira, Vania dan Nala masih menatap terkejut pada laki-laki jangkung yang berdiri dihadapan mereka, dengan wajah pucat, namun tetap berusaha mengulas senyum manis, saat menyapa.

   "Hai semua."

"Hai juga." sahut ketiganya sebelum Vania mengambil inisiatif untuk mengajak Alric pergi, agar kebohongannya tak terbongkar.

   "Tunggu sebentar ya, Al! Aku ambil tas dulu." ucap Vania sembari bergegas memungut tas di kursi makan. "Girls! Gue duluan ya!" pamitnya seraya mengulas senyum paksa, sebelum menarik lengan Alric untuk segera menjauh dan pergi dengannya. Alric yang tak mengerti, beberapa kali menoleh pada Eira dan Nala yang masih berdiri di ambang pintu. Namun langkah kakinya tetap berjalan mengikuti perintah Vania.

   Setibanya di bawah, Vania tampak bernafas lega, setelah memastikan situasi aman.

  "Sorry ya, Al! Kamu pasti bingung. Tapi tolong banget! Kali ini kita berangkat bareng ya! Nanti dijalan aku ceritain semuanya." ujar Vania sebelum mendudukkan diri di jok samping kemudi.

   Mendengar itu, Alric hanya bisa menurut, meski sebenarnya ia ingin sekali memprotes, karna maksud kedatangannya untuk menjemput Eira, bukan Vania.

.Di Sisi Lain

      Eira dan Nala kembali duduk di kursi makan, untuk menghabiskan sarapan mereka yang memang belum habis.

    "Kayanya Alric rindu banget ya! Sama Vania. Sampai-sampai jam segini udah dateng aja. Gue jadi iri." ujar Nala sebelum menggigit roti panggang ditangannya.

    "Makanya, buruan nyari donk, Nal! Biar ada yang kangenin."

   "Udah nyari gue Ra! Tapi belum ada yang nyangkut." ucapnya sebelum kembali menggigit roti panggangnya. "Ngomong-ngomong, lo sendiri gimana sama Juan.?"

    "Ya gitu deh!"

"Gitu gimana maksudnya?" Nala menatap penasaran.

   "Ya masih temen biasa." sahut Eira yang seketika buat Nala menghela nafas panjang, sebelum akhirnya memberi nasehat pada sang sahabat, yang justru menanggapinya dengan gurauan.

   "Huft! Ra, please Ya! Jangan terlalu menimbang rasa. Kalo emang suka, dan cocok, lebih baik jujur aja. Bila perlu lo ngaku aja sama Juan. Gapapa koq Ra! Cewek nembak duluan, dari pada di ambil orang. Ntar nyesel lho!"

Insomnia Kiss (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang