46: Mendadak Risau

12.8K 976 185
                                    

Haiii, sepertinya jadwal publish cerita Benang Merah bakal tetap malam hari (bahkan tengah malam) deh. Yaa begitu lah pokoknya 😂 Kalian tetap setia nungguin kan? 🤭🫶

Jarum pendek pada jam di pergelangan tangan Nika menunjuk ke arah angka sepuluh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Jarum pendek pada jam di pergelangan tangan Nika menunjuk ke arah angka sepuluh. Sebelumnya, Yasfar dan Nika tetap satu kamar, tetapi saling membelakangi, atau terkadang juga Yasfar memilih tidur di sofa. Sekarang, laki-laki itu rupanya berniat bermalam di ruang menonton. Interaksi mereka mungkin terbilang mulai mencair, tetapi masih ada saja perasaan gengsi dan ego tinggi yang menjerat diri mereka masing-masing.

Sudah berkali-kali tubuh Nika bolak-balik di atas kasur. Ia ingin mencari posisi tidur yang nyaman. Namun, sepertinya bukan hanya nyaman saja yang dibutuhkan, tetapi juga kehadiran suaminya. Sejak tadi, tangan Nika terasa gatal. Bukan gatal hingga menimbulkan bekas merah-merah, tetapi gatal karena mendadak ingin mengusap dagu Yasfar yang dipenuhi bulu-bulu seksi yang khas itu.

Sekali lagi Nika membalik badan sampai menghadap ke pintu. Ia mencoba meyakinkan diri dan menurunkan gengsi untuk menghampiri Yasfar. Perempuan berwajah teduh itu menyibak selimut, lalu beranjak dengan berhati-hati, sebab sadar diri sering mendadak lemas. Perasaan ragu turut membersamai langkahnya yang kini sedang menuju ruangan paling ujung yang satu deret dengan kamarnya.

Nika mengetuk pintu hingga tiga kali, tetapi tidak ada jawaban dari dalam. Ketika kenop pintu ditekan, rupanya tidak dikunci. Merasa diri punya hak juga atas ruangan itu, Nika pun perlahan mulai masuk. Ia menangkap sosok suaminya yang ternyata sudah tertidur di sofa, tepat di depan televisi.

Nika mengambil posisi jongkok di depan Yasfar yang berbaring tenang. "Yasfar, udah tidur beneran?" tanya Nika sambil menepuk pelan tangan Yasfar. Tidak ada sahutan selain dengkuran halus yang biasanya menjadi nyanyian malam yang menemani Nika. "Pengin tidur sama kamu. Kalau di sini, mana cukup?" Bibirnya mengerucut sedih.

Nika memperhatikan wajah Yasfar yang tampak cerah, laki-laki itu rutin membersihkan wajah sebelum tidur, seperti Nika yang juga rutin menggunakan skincare. Tangannya makin gatal ingin menyentuh wajah tampan itu.

"Duh, boleh pegang nggak, ya?" gumam Nika sambil menggigit bibir bawahnya. Ia ragu sekaligus takut. Bagaimana kalau tiba-tiba Yasfar kembali ke pengaturan awal dirinya yang suka marah-marah? Apalagi, kalau diingat-ingat, Nika sering memancing emosinya saat sedang tidur.

Embusan napas Yasfar begitu tenang, membuat Nika yakin kalau suaminya itu sudah sampai di surga mimpi yang tenang dan damai. Setelah menimbang-nimbang beberapa saat, akhirnya Nika benar-benar menyentuh dagu Yasfar. Ia terkikik geli karena merasakan sensasi menggelitik dari bulu-bulu tipis di sana.

"Masa ini ngidamnya si adek, sih? Biasanya ngidam tuh, nyusahin ayahnya gitu, loh. Ini malah ngidam di saat ayahnya lagi tenang begini. Keenakan ayah, ibu yang gelisah kalau maunya adek nggak diturutin."

Padahal, suara Nika yang mengeluh gemas itu terdengar cukup kencang, tidak kalah dengan suara televisi yang sedang menayangkan film aksi. Namun, Yasfar rupanya tetap tenang dan tidak terusik sama sekali. Nika sampai gemas melihatnya. Ia juga mau tidur nyenyak, tetapi orang yang dibutuhkan justru sudah lelap duluan.

Benang Merah [Completed & Segera Terbit] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang