48. Suatu Malam

11.5K 894 83
                                    

Haloo!
adakah yang rindu pasutri satu ini? 😂 Sini sini, serbu dulu kolom komentarnya wkwkwk. Komen sampai 50 lebih, baru aku lanjut ya ✨

Chapter ini isinya manis-manis aja yaaahh, next chapter ada kejutan lagi 😘🤭

Chapter ini isinya manis-manis aja yaaahh, next chapter ada kejutan lagi 😘🤭

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Yasfar terbangun pada dini hari, sekitar jam dua pagi. Tidurnya yang semula tenang karena sudah kembali tidur bersama Nika, berubah menjadi risau karena perut yang berbunyi minta diisi. Tumben-tumbenan Yasfar keroncongan tengah malam, ia sendiri pun heran. Ia pandangi wajah istrinya untuk sesaat. Terlihat sangat nyenyak dalam selimut tebalnya. Ingin rasanya Yasfar membangunkan Nika, tetapi tidak tega juga.

Apa yang bisa dimakan dini hari begini? Biasanya memang ada makanan sisa semalam, tetapi Yasfar tidak mau makan itu. Bukan karena tidak suka, tetapi ia sedang ingin makan sesuatu yang berkuah. Satu-satunya pilihan adalah masak mi instan. Yasfar mengutuk diri karena cuma sempat belajar masak nasi goreng saja.

Yasfar tidak tahan, masalah perutnya harus segera diatasi. Ia merangkak pelan-pelan di kasur hingga berhasil turun dan keluar dari kamar menuju dapur di bawah. Hal yang dilakukan pertama adalah menghidupkan lampu, lalu mulai membuka kabinet dapur bagian atas. Yasfar mengambil satu bungkus mi instan rasa ayam bawang dan satu telur ayam di kabinet sebelahnya.

Ia menyiapkan panci untuk merebus air dan memasukkan mi ke dalamnya. Yasfar sebenarnya bingung, selain telur apa lagi yang perlu ia tambahkan untuk makanannya itu? Perasaan, Bu Jihan sering menambah bahan lain ke dalam mi buatannya. Masalahnya, dengan keadaan perut keroncongan, Yasfar tidak bisa berpikir apa-apa. Sudahlah, mi dicampur telur cukup menurutnya.

Yasfar risau menunggu mi dalam rebusannya matang. Kenapa lama sekali, sih? Kaki laki-laki itu sampai mengetuk lantai berkali-kali. Tiba-tiba, sesuatu mengejutkannya. Seseorang memeluknya dari belakang dan Yasfar tersentak bukan main. Tengah malam begitu, pasti paham kan, apa yang calon ayah itu pikirkan?

“Aduh, Nika....” Yasfar menggerutu setelah mengetahui siapa orang di belakangnya dengan melihat kedua tangan yang melingkar di pinggangnya, di tangan kanan itu ada cincin pernikahan yang membuat Yasfar yakin kalau itu bukan dedemit, tetapi istrinya tercinta.

Si istri cekikikan di belakang, membuat si suami mendengkus. “Bikin kaget aja kamu, untung nggak aku siram pakai air panas,” cibir Yasfar bergurau.

“Sadisnya,” sahut Nika dengan nada bicara andalannya. Ia sekarang menempelkan sebelah pipinya di punggung Yasfar. “Ngapain sih, tengah malam begini di dapur?”

Yasfar berdeham, mencoba tetap cool meskipun cacing di perut bergendang. “Lagi pengin makan mi.”

“Kan bisa besok?”

“Hm, nggak bisa, maunya sekarang,” balas Yasfar agak tergugu, malu mengaku lapar sebenarnya. “Lepas dulu, aku nggak bisa bergerak nih,” katanya sambil menepuk-nepuk punggung tangan si istri di atas perutnya.

Benang Merah [Completed & Segera Terbit] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang