13: Mendengar Curhatan Nika

13.3K 1.3K 150
                                    

Selamat pagi! Yasfar dan Nika datang lagi ^^

Jangan lupa kasih vote dan komen ya💙

Jangan lupa kasih vote dan komen ya💙

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

💫

Yasfar perhatikan, Nika sepertinya benar-benar sedang ada masalah. Saat Yasfar terbangun menjelang waktu Magrib, ia melihat Nika duduk termenung di meja kerjanya. Tangannya mencoret-coret asal di atas kertas putih, tetapi tatapannya hampa ke depan.

Semalaman, sehabis makan bersama, mereka hanya berbincang ringan. Yasfar justru lebih banyak ngobrol dengan Fariska. Sementara Nika bawaannya pengin ke kamar melulu. Tiba di kamar pun, Nika langsung mengambil posisi tidur. Sudah dua hari berturut-turut Yasfar melihat istrinya meninggalkan rutinitas memakai skincare sebelum tidur. Serumit apa, sih, masalah pekerjaannya? Yasfar bahkan menawarkan untuk mengantar Nika ke butik, atau ke mana pun Nika inginkan. Namun, Nika terus menolak. Ingin di rumah saja. Istirahat sebelum berangkat ke luar kota, katanya.

Sudah seperti itu, Yasfar cuma bisa diam. Mau menghibur juga bingung, sebab Nika tidak mau bercerita apa-apa. Daripada ia malah ikut-ikutan kesal, lebih baik turuti saja keinginan istrinya yang mau istirahat dan menyendiri itu.

Sayangnya, Yasfar tidak bisa lebih lama lagi mengabaikan Nika dalam keadaan seperti itu. Hingga pukul satu malam, Nika rupanya masih terjaga meskipun sudah berjam-jam mengambil posisi tidur.

Yasfar menyibak selimutnya kuat-kuat, lalu beranjak turun dari kasur. Dengan berkacak pinggang, Yasfar tatap Nika yang membelakanginya. Makin dilihat, makin geram.

“Aku paling males didiemin gini, Nika.” Yasfar mulai bersuara setelah menarik napas panjang. “Katanya mau tidur, tapi nggak tidur-tidur? Sebenernya ada apa, sih?”

Nika malas bicara, ia hanya menggeleng saja.

“Kamu mau lihat aku nggak tidur malam ini?”

Lagi, Nika hanya menggeleng.

“Ngomong, Nika, ngomong! Jangan bikin aku jengkel, ya.” Yasfar meninggikan suara.

Akhirnya, Nika berbalik badan dan menatap Yasfar dengan dingin. “Yasfar, aku boleh tanya?” tanyanya datar.

“Apa?”

“Menurut kamu, apa kesalahan orang tua di masa lalu itu menjadi tanggung jawab anaknya? Apa anaknya pantas buat disangkutpautkan sama kesalahan itu?”

Dahi Yasfar berkerut dalam. Tatapannya menyelam jauh ke arah Nika sambil bertanya-tanya dalam hati. Ada apa dengan istrinya? Kenapa tiba-tiba bertanya sesuatu yang cukup sensitif begitu?

Meskipun ragu, tetapi Yasfar coba menjawab, “Menurutku, nggak. Tapi, kemungkinan buat terhindar dari kejadian itu, kayaknya sulit. Maksudnya, kadang orang lebih ingat sama kejelekan orang lain, daripada kebaikannya. Jadi, mau itu orang tuanya, atau anaknya, kerabatnya, bahkan cuma teman pun kemungkinan bakal kena imbasnya.”

Benang Merah [Completed & Segera Terbit] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang