50 • Rindu Berat

10.2K 858 88
                                    

Haaaiiiii selamat siang!

Alhamdulillah akhirnya ketemu lagi sama pasutri yg satu ini lagi 🥹 gak nyangka ternyata terakhir kali update itu sebulan lalu yaa, lama juga aku hibernasinya😭 Maaf banget maafff..

Yg kemarin nanya apa cerita ini udah tamat apa belum(?) jawabannya BELUM yaaa gaisss, masih ada beberapa bab lagi. Jadi jangan lupa ditambah stok sabarnya karena pasutri kita makin membucin 😭

2300+ untuk chapter ini.

Jangan lupa vote dan komen banyak-banyak yaaah!

50+ komen bakal lanjut next chapter 🥰

Selamat membaca!

Selamat membaca!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Nika, gimana...."

Jenitha menghentikan pertanyaannya yang belum rampung ketika menemukan wajah Nika terlihat sembab bersama mata yang memerah basah. Nika pun hanya diam sambil menahan air mata-yang sebenarnya sudah tumpah sejak pertemuannya dengan Deyana dan kini sudah mengering. Bibir tipisnya terlipat dalam sebelum menarik napas cukup lama untuk siap mengeluarkan suara.

"Alhamdulillah, baby girl, Ma." Nika mencoba tersenyum, meskipun perih masih menyelimuti hatinya. Ia tahu itu yang ingin diketahui oleh mertuanya, sama seperti dirinya yang sebelumnya sangat penasaran.

"Alhamdulillah."

Jenitha bahagia mendengarnya, tetapi tak bisa memperlihatkan kebahagiaannya, sebab yang tertangkap di matanya adalah seorang Nika yang terlihat bersedih. Jenitha mendekati menantunya, mengamati raut sedih itu dengan perasaan iba. Ada apa dengan menantu kesayangannya itu?

"Kamu kenapa, Nak? Kelihatannya sedih gitu. Ada masalah sama kandungan kamu?" Jenitha mengusap lengan menantunya, ia benar-benar ikut sedih hanya dengan melihat kekalutan di mata Nika.

"Ada masalah sedikit, Ma. Tapi, Alhamdulillah, bukan soal kandungan Nika. Adek baik-baik aja, sehat juga. Ini masalah Nika dengan orang lain, Ma."

Jenitha kian mendekati Nika, merasa menantunya butuh tempat untuk berbagi. "Mau cerita sama Mama?"

Namun, Nika terdiam sambil berpikir untuk sesaat. Lantas, menjawab sang mertua dengan gelengan pelan. "Maaf, Ma. Kayaknya Nika perlu bicara dulu sama Mas Yasfar soal masalah ini." Nika tersenyum tipis. Hatinya merasa tidak enak menolak kebaikan mertuanya yang baik sekali. "Nggak apa-apa kan, Ma?"

"Nggak apa-apa, Sayang. Tapi tunggu dulu, ini masalah kamu sama orang lain, atau sama Yasfar, nih? Mama jadi khawatir sama kalian."

"Sama orang lain kok, Ma. Cuma ada hubungannya sama Mas Yasfar. Tapi, Mama tenang aja. Aku sama Mas Yasfar nggak berantem," jawab Nika menjelaskan agar mertuanya tidak salah paham.

Benang Merah [Completed & Segera Terbit] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang