Senja yang punya caranya sendiri untuk membahagiakan seseorang.
-Arshaka-
<><><><>
"Veno!" Veno yang merasa dipanggil menoleh. Ternyata sang abang yang memanggilnya.
"Apa sih!"kesal Veno. Shaka menatap wajah adiknya yang babak belur.
"Maksud kamu berantem kayak tadi apa Veno? Merasa keren kamu kayak gitu? Bunda marah sama kamu nanti"
Veno berdecih. "Bunda enggak akan tau gue begini. Dan lo bang, lo sok paling tau tentang gue. Gur enggak butuh lo dihidup gue"ucap sarkas Veno.
"Ini pasti sakit"Shaka menyentuh luka yang ada di pipi Veno. Veno langsung menepis tangan Shaka.
"Gue benci sama lo bang." Veno mendorong tubuh Shaka, Shaka yang tidak siap hampir terjatuh. Veno memukul wajah Shaka, semakin lama pukulan itu membabi buta.
Shaka dengan pertahanannya runtuh, pukulan Veno tidak main-main. Perutnya terasa sakit. Ia biarkan Veno menyakitinya bukan orang lain.
"GUE BENCI LO ARSHAKA. GUE BENCI!" Teriak Veno penuh kebencian. Entah apa yang membuatnya benci kepada sang abang.
Setelah puas, Veno pergi dari sana. Ia ingin keluar dari lingkungan sekolah. Meninggalkan Shaka dengan segala rasa sakit yang ia buat. Shaka meringis, perutnya terasa sakit. Sangat sakit.
"Gue s-salah apa sih sama lo Ven..."tanya Shaka entah pada siapa. Ia berniat ke toilet, berjalan dengan tangan yang bertumpu pada dinding. Perlahan ia sampai di toilet. Menatap pantulan wajahnya di cermin. Sangat pucat, beberapa gores luka di wajahnya.
Shaka membasuh wajahnya dengan air. Perutnya bertambah sakit. Ia terduduk di lantai kamar mandi. Menekan perutnya yang terasa sakit.
"Sumpah, sakit banget" Shaka mencoba menahannya sampai bel pulang berbunyi.
Haidar dan Raden mencari keberadaan Shaka bahkan menelfonnya. Sudah mencarinya di rooftop, perpus, dimana saja tempat Shaka suka di sekolah tetap saja tidak ada. Sampai satu tujuan yang belu mereka berdua kunjungi, kamar mandi.
Mereka berdua terkejut dengan adanya Shaka di sana. Shaka tampak menahan sakitnya. "Shak! Lo kenapa hei?"tanya Haidar.
Shaka menggeleng pelan. Mencoba baik-baik saja. "Muka lo pucet anjir! Lo kenapa sih?"tanya lagi Haidar.
"Gue enggak apa-apa Dar. Kita pulang aja, ayo" Shaka mencoba bangkit dengan bantuan Haidar.
"Siniin tas gue." Shaka meminta tasnya yang dibawa oleh Raden. Shaka berjalan agak sempoyongan. Sampai di parkiran. "Makasih. Gue duluan Dar, Den."pamit Shaka. Haidar dan Raden was-was. Takut Shaka kenapa-kenapa.
Dengan wajah pucat laki-laki itu berjalan ke arah halte. Menunggu bus datang. Tak lama, bus itu datang. Ramai sekali penumpang di bus. Hanya ada satu tempat duduk dan langsung Shaka mendudukinya. Di halte berikutnya, bus kembali diisi oleh penumpang ibu-ibu berbadan dua.
Shaka menoleh, tempat duduk sudah semuanya terisi. Ia merasa kasihan pada ibu-ibu itu dan ia langsung memberikan tempat duduknya pada ibu itu.
"Bu, duduk di sini saja. Biar saya yang berdiri"ucap Shaka sembari tersenyum. "Tapi kamu pucet loh nak. Kamu yang duduk aja, enggak apa-apa kok"jawab ibu itu khawatir dengan keadaan Shaka.
Shaka mencoba meyakinkan ibu untuk duduk biarkan ia yang berdiri. Akhirnya ibu itu pun duduk dengan segala cara Shaka untuk membujuknya. Shaka rela berdiri dengan keadaan sakit, asal jangan ibu hamil itu.
Setelah setengah jam-an perjalanan. Shaka sampai di depan jalan sempit. Sebelum ia benar-benar turun, ibu hamil tersebut berucap. "Kamu anak baik, nak. Hati-hati di jalan ya." Shaka tersenyum dan mengangguk.
Perjalanannya masih sangat panjang untuk sampai di rumah. Shaka menghela nafas sebentar. Untuk hari ini, ia ijin tidak masuk les dan latihan skatting. Tubuhnta tidak bisa bekerja sama.
Shaka melewati sawah-sawah. Sore ini senja menemaninya berjalan. Angin semilir menerbangkan rambutnya dan menerpa wajah tampannya. Shaka menikmati itu. Karena perjalanannya masih lumayan panjang, Shaka berhenti di bangku yang ada di dekat sawah. Berhenti sebentar. Ia mengeluarkan sebuah kamera kesayangannya untuk mempotret senja sore ini.
"Bagus banget"puji Shaka pada hasil jepretannya. Shaka tersenyum, bahagia sederhana menurutnya. Ia menatap senja lamat-lamat.
"Nja. Kehadiranmu selalu membuat ketenangan bagi semua orang, tetapi juga kepergianmu selalu menjadi kerinduan semua orang. Aku ingin menjadi seperti itu, nja." Gumam Shaka masih dengan menatap senja.
Ia kembali melanjutkan perjalanannya sebelum senja menghilang. Ia tak mau membuat sang bunda menunggunya lama di rumah.
Sesampainya di depan pekarangan rumah, ia melihat bundanya menyiram bunga-bunga yang ada di sana ditemani oleh Gelta-anjing kemarin yang Shaka pelihara. Shaka tersenyum, berlari menghampiri sang bunda dengan pelukan.
"Bunda, Shaka pulang"ucap Shaka. Walau ia sedang merasakan sakit, jika sudah melihat sang bunda ia akan sembuh. Allea tersenyum. Mereka masuk ke dalam rumah.
Shaka disuruh Allea mandi dan bebersih, setelah itu makan bersama, dan bercerita tentang hari ini. Allea selalu seperti itu. Menanyakan ada apa hari ini? Keadaan anaknya hari ini? Ia mempunyai segudang parenting yang bagus dan ia terapkan pada anaknya.
Shaka duduk di kursi, menatap Allea yang sibuk menata lauk di meja makan. Allea belum sadar saja, wajah Shaka yang babak belur dengan wajah pucatnya.
"Ayo makan, pasti kamu laper kan? Makan yang banyak ya sayang"ucap Allea.
Shaka mengangguk dengan semangat. Walau perutnya terasa sakit, tetap ia butuh asupan. Ia tak mau menyianyiakan masakan sang bunda yang enak. Shaka memakanya lahap. "Pelan-pelan Shaka. Nanti tersedak"sahut Allea sembari terkekeh melihat kelakuan sang putera.
Shaka hanya menyengir. Mereka memakan dengan khidmat. Setelah selesai makan semuanya, Allea duduk bersama Shaka di sofa.
"Gimana hari ini?"tanya Allea.
"Eum, gimana ya bun? Enggak tau deh, Shaka bingung"ucap Shaka masih dengan Gelta yang berada di pangkuannya.
"Ini mukanya juga kenapa lebam? Kamu pucet sayang, panas lagi" Allea menyentuh luka di wajah Shaka membuat Shaka meringis.
"Ini kenapa?"
"Eum. Berantem sama Veno bun di sekolah"jujur Shaka. Ia menunduk, bundanya pasti akan kecewa dengannya. Ia salah, Allea langsung memeluk Shaka.
"Ayo cerita sama bunda kenapa bisa begitu? Pasti ada alasannya kan?" Shaka mengangguk di dekapan sang bunda.
"Pas istirahat sekolah, Shaka denger dari teman Veno kalo Veno berantem. Shaka lari bun. Mencoba memberhentikan itu, tapi Veno malah bilang Shaka enggak usah ikut campur"ucap Shaka. Shaka menatap wajah sang bunda yang masih setia mendengarkan.
"Shaka kan peduli bun sama adek Shaka sendiri. Veno bilang sama Shaka, dia benci Shaka secara terang-terangan bun. Haha, Shaka emang gimana sih bun salahnya? Veno kan adek Shaka, Shaka mau nolongin Veno. Tapi dia malah kayak gitu. Dia malah mukul serta nendang Shaka."ucapnya sedih.
Allea menjerit dalam hatinya. "Kamu melakukan yang terbaik sayang. Bunda bangga sama Shaka. Bangga banget bisa berpikir dewasa seperti itu. Tapi kamu enggak apa-apa kan? Mana yang sakit? Sini bunda obatin?"
Shaka menatap wajah Allea yang khawatir. "Muka sama perut bun. Tapi enggak cuma itu kok, hati Shaka juga sakit, emang bunda bisa nyembuhinnya? Pake apa?"
<><><><><><>
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSHAKA DAN DUNIANYA || Completed
Ficção AdolescentePemuda penyuka camera dan dunia tentang skatting. Tak hanya itu, ia juga sangat menyukai senja, malam, pelangi, dan hujan. Pemuda yang sangat sabar, kuat, penyayang, dan lembut. Pemuda yang sangat suka mengabadikan segala kenangan. Ya, dia adalah Ar...