55] Tak Paham Cinta

60 3 5
                                    

Aku sangat mencintainya,  namun pada akhirnya aku juga yang harus melepaskannya.

-Alana-

<><><><><><><>

Nb: chap panjang teman. Hayati dan baca pelan ya? :)

<><><><><><><><><>

Gadis itu menampakan kakinya kembali di depan ruang rawat seorang lelaki yang selalu ia rindukan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gadis itu menampakan kakinya kembali di depan ruang rawat seorang lelaki yang selalu ia rindukan. Ia membuka pintu tersebut, ruangan itu nampak kosong.

Alana tersenyum getir, ia tidak pernah menduga bahwa mereka dipertemukan bukan untuk saling bersatu.

Dan ia tidak pernah menyangka jika pertemuan mereka akan sesingkat ini. Kenapa takdir harus sejahat ini pada mereka? Mengapa tidak membiarkan Alana bahagia memiliki seseorang yang ia sayang untuk selamanya bisa berada di sisinya.

"Lana,"

Suara dan panggilan dengan nada lembut terdengar dari arah belakang, dengan cepat Alana membalikan tubuhnya ke arah orang yang telah memanggil namanya.

"Sudah siap?"

Alana mendekat ke arah lelaki jangkung yang menjadi kekasihnya itu. Alana mengulas senyumnya.

"Sudah dong. Udah ijin sama dokter Bastian?"

Shaka mengangguk pelan, "Udah. Tapi enggak boleh lama-lama perginya,"

Alana mengangguk mengerti. "Mau berangkat sekarang?"

"Iya,"

Sebenarnya, dokter Bastian berat hati mengijinkan Shaka untuk keluar dari area rumah sakit. Namun, mendengar bahwa ini permintaan Shaka, ya dia setujui selagi tidak membahayakan Shaka sendiri.

Kini, Shaka lah yang meminta Alana untuk pergi ke tempat di mana Shaka menemukan tenangnya. Berdua hanya dengan Alana. Karena mungkin bagi Shaka, ini terakhir kalinya mereka akan jalan berdua.

Kunjungan berdua, sebagai pasangan yang saling menyembuhkan luka masing-masing. Ya, taman kincir angin.

<><><><><><><><><><>

Satya dan Alana sama-sama mengembangkan senyum indah mereka. Menatap sebuah objek di depan mata mereka. Tiupan angin siamg hari dengan suasan mendung itu menerpa wajah cantik nan tampan dua insan itu. Tempat yang indah dan teduh.

Shaka menghirup udara segar itu, berharap masih lama ia hidup di dunia ini. Sejujurnya, Shaka masing ingin berjuang. Namun, merasa jatuh lagi karena mendengar vonis umurnya yang tersisa 3 hari lagi.

Jika boleh jujur, Shaka benar-benar sudah pasrah akan hidupnya ketika pertama kali divonis penyakit leukimia ini, seakan tidak memiliki harapan hidup apapun lagi.

ARSHAKA DAN DUNIANYA || CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang