Semesta ini akan terus melaju. Tak peduli telah memberimu cerita yang pelik. Yang jelas, kamu harus tetap bertahan dan melangkah.
-Arshaka-
<><><><><>
Haidar dan Raden saling tatap. Biasanya sah-sah saja jika dirinya dan Raden berteriak, namun mengapa pagi ini seperti ada yang berbeda?
"Ada masalah ya lo-nya Shak?"tanya hati-hati Haidar. Ia takut menyinggung perasaan Shaka lebih dalam.
"Ya! Gue lagi ada masalah. Jadi stop jangan kaya kucing sama tikus saat ini."mohon Shaka menatap kedua sahabatnya.
Haidar dan Raden mengangguk. Shaka kembali melanjutkan kegiatannya yang tertunda. Tak berselang lama, mulailah mapel pertama.
<><><><><>
"Kalian pulang duluan aja"ucap Shaka. Haidar dan Raden menoleh. "Kenapa? Les lagi lo?"tanya Haidar.
"Iya" Raden menggeleng pelan. "Capek enggak sih lo kayak gitu. Lo tuh dah pinter Shak! Lo mau ngapain sih? Lo kecapekan nanti. Dan lo juga masih ada skatting kan nanti?"
"Itu juga udah makanan sehari-hari, Den. Biasa aja. Gue juga mau nunjukin kalo gue bisa kayak Veno. Biar ayah liat gue di rumah"jawab Shaka sembari membereskan beberapa tumpukan buku ke dalam tasnya.
Haidar tersenyum smirk. "Lo kalo dibilangin ngeyel ya? Ngeselin. Keras kepala banget, ngikutin siapa sih lo??"
"Ayah"
"So, kita pulang duluan nih?"tanya Haidar. Shaka mengangguk cepat. Jika sahabatnya ini menunggu dirinya, itu akan terasa akan sangat lama. Lagipula ia tak perlu ditunggu.
"Ya udah. Kita cabut ya, Shak. Hati-hati lo-nya"ucap Haidar dan Raden.
Mereka berdua telah pergi dari kelas meninggalkan Shaka sendiri di kelas ini. Sudah sekolah sepi, hanya beberapa anak saja yang masih piket dan ekstra. Sore-sorenya hanya seperti ini, pagi datang ke sekolah, belajar materi, pulang sore langsung les, habis selesai les, langsung skatting, dan belum lagi dia harus belajar di rumah lagi mengulang semua materi.
Sebenarnya bisa dikata ia sangat lelah, terkadang juga ia merasa sangat pusing karena terus belajar. Setiap malam, Allea harus selalu mengecek keadaan Shaka di kamar, kalau tidak Shaka akan belajar tanpa henti, dan bisa saja tertidur dengan kepala yang bertumpu pada meja belajarnya.
Shaka menghembuskan nafas pelan. Menatap jendela kelasnya yang memperlihatkan keadaan lapangan beserta siswa yang ekstra basket. Ia tersadar, ia harus pergi les. Hampir saja lupa. Ia les tetap di sekolah, tetapi untuk skattingnya, berbeda tempatnya.
<><><><><><>
Di rumah, Ardian dan Veno yang sedang asyik bercanda di ruang tengah mengalihkan atensinya pada sang bunda. Allea yang duduk tanpa berbicara apapun kepada mereka berdua dan langsung mengganti channel televisi.
"Nda? Kenapa?"tanya Ardian menatap isterinya. Allea tetap tidak menjawab bahkan tak menatap suaminya.
"Bun, bunda kenapa ih?"tanya Veno pada Allea. Allea menggeleng. Ini sudah larut, menunjukan jam 23.20. Namun, putera sulungnya- Shaka belum pulang ke rumah. Ia khawatir padanya.
Ia hanya mengalihkan ke-khawatirannya pada televisi. Ia mencoba tenang dan berpikir positive.
Terdengar suara pintu yang di bel. Allea langsung beranjak dari duduknya ingin membuka-kan pintu. Ia buka pintu itu, lihat...anak yang ditunggu-tunggunya telah datang.
Allea langsung memeluk Shaka, dan Shaka membalasnya. Sekarang ia sudah tidak khawatir lagi, karena Shaka sudah ada di depan matanya sekarang.
"Bunda kenapa? Baik-baik aja kan?"tanya Shaka. Allea menggeleng. Allea melepaskan pelukan terhadap anaknya.
"Bunda enggak papa, sayang. Bunda hanya khawatir sama kamu karena belum pulang. Tapi sekarang, kamu udah ada di depan bunda"ucap Allea. "Ayo masuk" ia membawa Shaka ke dalam rumah.
Veno melihat sang abang berada di pelukan sang ibunda mencibir. "Oh! Jadi bunda tuh nunggu dia toh."
Allea dan Shaka langsung melihat sumber suara tersebut. "Kalo bunda emang nunggu abangmu kenapa, Veno?"tanya Allea.
"Ya enggak papa sih. Tapi enggak penting aja nunggu dia"jawab Veno menatap Shaka sinis. Bisa Shaka liat, tatapan Ardian yang kesal.
"Ayo bun, Shaka mau istirahat di kamar"bisik Shaka pada Allea. Ia hanya ingin menghentikan semuanya, tanpa melihat tatapan Ardian dan Veno.
Ia bejalan berdampingan dengan Allea menuju kamarnya. Sesampainya di kamar, Allea duduk di kasur Shaka. Shaka juga.
"Bersih-bersih ya, nanti bunda bawain susu. Jangan belajar lagi ya, udah cukup dulu. Laper enggak?"tanya Allea panjang lebar.
"Shaka enggak laper bun, cuma mau istirahat aja"ucapnya. Ya, ia hanya benar-benar membutuhkan istirahat. Hari ini, ia sangat merasa lelah. Tubuhnya saat ini sedang tidak baik-baik saja.
"Ya udah, gih sana. Bunda ke bawah dulu, bikinin susu cokelat kamu ya?"
Shaka mengangguk pelan. Setelah sang bunda keluar dari kamarnya, ia ingin melakukan mandi dna bebersihnya.
Tak membutuhkan waktu lama untuk mandi, hanya 10 menit cukup untuk seorang Shaka mandi. Ia mendudukan dirinya di kursi belajarnya, membuka jendela dan gorden di sebelahnya.
Menatap langit malam. Di kamar serba putih dan hitam ini seorang Shaka berada, sendiri, dan hening. Allea membuka pintu kamar Shaka. Shaka tidak menyadari kehadiran Allea, masih dengan menatap langit malam.
Allea melihatnya, putera sulungnya yang sekarang menjadi lebih pendiam, tak banyak berbicara, dan hanya di kamar sakit hatinya. Ia menjerit di dalam hatinya. Mana ada seorang ibu yang tidak sakit melihat anaknya seperti ini?
"Shaka..."panggil Allea pelan. Shaka tak bergeming. "Shaka..."panggil Allea lagi. Shaka menoleh ke belakang. Melihat sang bunda dengan segelas susu cokelat di tangannya.
"Mikirin apa?"tanya Allea menghampiri anaknya. Shaka menggeleng pelan. "Enggak mikirin apa-apa kok bun"ucapnya berbohong.
Allea menatap wajah dan mata Shaka. Mata itu sungguh memperlihatkan kelelahannya. Ia tahu jika anaknya terluka, ia tahu. Sungguh sangat gampang mengenali sifat anaknya.
"Hei? Cerita sama bunda ya? Shaka bunda yang dulu enggak begini loh" Allea mengusap pipi tirus Shaka.
"Shaka kenapa? Anak bunda capek ya? Shaka boleh kok cerita apapun sama bunda, bilang aja. Bunda bakal dengerin cerita Shaka. Mungkin bunda bisa kasih solusi"ucapnya pada sang anak.
Shaka menatap wajah indah Allea. Bundanya sangat tau jika dirinya sedang tidak baik-baik saja. Ia langsung memeluk tubuh Allea erat. Sudah runtuh pertahanannya, tangisnya pecah di depan ibunda.
Allea yang sedang dipeluk oleh Shaka kembali memeluknya. Merasakan bahu Shaka bergetar, ia tak tega. Ia tahu Shaka sedang menangis, meluapkan isi hatinya.
"Bunda, kenapa ayah enggak suka sama Shaka? Shaka salah apa? Kemana ayah yang dulu bun? Kenapa Shaka dibenci di rumah ini? Shaka capek. Shaka mau ayah lihat Shaka lagi bun. Shaka mau kayak Veno, bisa bercanda sama ayah sama kakek dan lainnya."
"Remaja Shaka rusak bun, Shaka marah sama semuanya. Hiks"
<><><><><><>
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSHAKA DAN DUNIANYA || Completed
Fiksi RemajaPemuda penyuka camera dan dunia tentang skatting. Tak hanya itu, ia juga sangat menyukai senja, malam, pelangi, dan hujan. Pemuda yang sangat sabar, kuat, penyayang, dan lembut. Pemuda yang sangat suka mengabadikan segala kenangan. Ya, dia adalah Ar...