23] Memang Sesakit Itu

121 6 0
                                    

Matahari, bulan, dan bintang selalu bersinar pada waktu yang tepat. Begitu juga hidup kita.

-Arshaka-

<><><><><><><>

Suasana kantin sangat ramai. Kantin adalah salah satu tempat ramai yang fungsinya untuk mencari makanan di sana. Berbagai makanan ada di sana, sudah dijamin kesehatan dan kebersihannya.

Di salah satu meja kantin di paling pojok. Shaka, Haidar, Raden, Veno, dan Varen duduk di sana. Mereka makan bakso pesanan mereka dengan nikmat sembari mengobrol kecil.

Kring kring kring

Bel berbunyi bersamaan dengan suara dari speaker sekolah yang menyuruh seluruh siswa-siswi untuk berkumpul di aula besar. Shaka dan yang lain berjalan santai ke aula besar.

Masuk dan duduk. Tak lama kepala sekolah dan semua guru datang dengan sebuah piala. Kepala sekolah mendekati mic.

1...2..3 cek

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu. Di sini saya sebagai kepala sekolah mengumpulkan kalian di aula besar karena sesuatu. Yang saya panggil namanya untuk maju ke depan di sini" ucap kepala sekolah.

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatu!!"

"Dengan nama Arshaka Langit Adhiyaksa untuk maju ke depan sini!"

Shaka maju ke depan. Tersenyum sopan kepada kepala sekolah. "Arshaka Langit Adhiyaksa memenangkan sebuah lomba skatting tingkat nasional hari ini. Tentunya ia mendapat sebuah juara pertama. Mari beri tepuk tangan semuanya!!!!"

Tepukan tangan memenuhi aula besar sekolah. Kepala sekolah mengalungkan sebuah medali dari sekolah untuk penghargaan dan piala. Kepala sekolah dan Shaka difoto dengan tersenyum.

"Sekali lagi selamat untuk Arshaka Langit Adhiyaksa!! Silahkan kembali ke tempat"

Shaka berjalan menuju tempat duduknya tadi.

"Baik, cukup sampai di sini waktunya. Sudah tidak ada lagi yang ingin saya bicarakan. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatu!"

"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatu"

Dengan berbondong-bondong siswa maupun siswi keluar dari aula besar. Shaka dan yang lain kembali ke kelas. Varen dan Veno sekelas, jadi mereka balik ke kelas bersama.

Shaka, Haidar, dan Raden berjalan berdampingan ke kelas. Sesampainya di kelas, Shaka menerima semua ucapan selamat dari teman sekelasnya. Ia hanya menanggapinya dengan ucapan terimakasih dan tersenyum singkat.

Gurupun masuk mengajar di kelas mereka. Dengan mereka yang fokus mencatat dan mendengarkan pelajaran guru di depan.

<><><><><><><><>

Sepulang sekolah, Shaka berniat pulang menaiki bus untuk pulang langsung, tetapi Veno melarangnya. Ia meminta untuk ikut dengannya ke suatu tempat. Dan ya, Shaka mengikutinya. Tibalah mereka di tempat yang sangat sepi nan sunyi.

Shaka juga ada jam les nantinya, tapi bisalah untuk sebentar bersama sang adik. Shaka dan Veno duduk tanpa alas apapun. Di depannya terdapat sebuah danau yang luas. Matahari yang hampir saja tenggelam itupun terlihat sangat cantik. Ekor matanya melihat ke arah sang adik.

Menunggu sampai Veno membuka suaranya duluan. Mereka sama-sama terdiam dengan cuitan burung yang terdengar. "Bang..."

Shaka membalasnya dengan deheman. "Bang. Gue masih merasa bersalah atas semuanya. Entah apa yang bisa buat gue terlalu iri sama lo,"

Shaka terkekeh. Ia juga bisa saja iri, bahkan bisa melebihi keirian Veno terhadapnya. "Jadi apa yang lo rasain sekarang?"

Veno menatap mata kembar sang abang. "Menyesal..."

Shaka menepuk bahu sang adik. Ternyata adik kecilnya dahulu yang selalu ia tunggu sikapnya, kembali. "Gue takut kehilangan lo bang. Jujur. Kenapa harus lo? Kenapa abang gue? Kenapa enggak orang lain aja?"

Veno menangis. Tak bisa menutupi kesedihannya. Shaka tertawa kecil melihat Veno yang menangis. Veno mengeluarkan sifat cengengnya lagi akhirnya setelah sekian lama.

"Veno adek abang balik lagi ya? Haha. Gini-gini. Lo bilang lo nyesel kan? Jalannya hidup siapa yang tau sih Veno? Kita kan enggak tau, mau jadi apa, terlahir seperti apa, berada di keluarga mana, dibanding menyesali semuanya, kenapa kita enggak coba buat mejalaninya sebaik mungkin? Barangkali ada kejutan baik nantinya kan?"

"Tapi kalo kejutannya lo malah ninggalin gue? Gue harus gimana bang? Gue udah enggak tau apapun, udah enggak mau tau. Abang gue harus sembuh, sembuh sehat. Biar nemenin gue. Gue mau tumbuh besar sama lo bang. Gue mau coba benerin semua kesalahan gue..."ucap Veno melirih.

"Segala hal dihidup kita itu pasti ada masanya Veno. Mereka juga bakal ngajarin sesuatu, entah lewat peristiwa baik ataupun buruk. Bisa aja, masa dimana lo masih benci sama gue seperti yang ayah lakukan itu mengajarkan sesuatu kan ke lo? Pasti ada"

"Kalo emang nanti gue ninggalin lo, jaga bunda sama ayah ya? Kan nanti lo jagoan satu-satunya yang mereka punya. Gue enggak berharap banyak sama ayah, seenggaknya gue enggak bisa bahagia sampai mati guepun, yang terpenting orang yang gue sayang bahagia itu cukup banget Ven. Enggak perlu berlebihan, gue seneng banget lo udah sadar sama kesalahan lo"

Veno masih setia mendengarkan tanpa niat ingin menyela. Tangisnya belum berhenti.

"Mau denger dulu cerita pas lo lahir enggak? Gue masih ingat banget tau!"seru Shaka tampang bahagianya.

Veno menganggukan kepalanya tanda mau mendengarkan ceritanya. "Jadi gini. Dulu pas ayah sama keluarga besar tau bunda hamil lagi rasanya bahagia. Gue juga ikut seneng gue punya temen. Ayah masih sangat perhatian ke gue, hari demi hari telah terlewati. Dimana bunda harus dilarikan ke rumah sakit karena ingin melahirkan lo. Ayah sama keluarga besar panik banget, tanpa sadar mereka enggak ngajak gue untuk ikut ke rumah sakit. Akhirnya gue ditinggal di rumah deh, haha,"

Veno sakit mendengar tawa itu. "Terus nih, gue diem kan di rumah belum tau apa-apa. Sampe malam nunggunya, pintu terbuka. Gue kira ayah dateng buat jemput gue, ternyata nenek. Nenek datang, nenek bilang kalo bunda sempet kritis dan lo hampir aja enggak selamat. Gue yang belum tau cuma ngangguk kan ya? Setelah beberapa hari, ayah dan bunda pulang bersama lo di gendongan bunda. Gue dateng dengan girang nyambut lo, pas gue mau dateng ngedeketin lo ayah dorong gue. Katanya "Jangen deket-deket kamu!" Bunda sama lo yang masih bayi disuruh ke kamar sama ayah, dan gue ditarik paksa sama ayah ke kamar,"

"Ayah bilang, "Jangan ganggu anak saya yang baru lahir! Jangan bikin repot!" Terus ayah ninggalin gue sambil nutup pintu keras banget. Nenek yang masih ada di rumah datengin gue, dia ngusap kepala gue, tenang banget rasanya. Itu terus berlanjut sampai dimana lo dewasa Veno. Cuma lo yang ayah dan kelurga besar liat, padahal gue juga anak ayah kan? Dan sampai sekarang hanya bunda dan nenek yang selalu ada buat gue"

Cukup! Veno tak kuat mendengar semua cerita tentang dirinya dari mulut Shaka. Sesakit itu, ia tak kuat, cukup. Veno memeluk Shaka erat. Menumpahkan tangisnya dibahu sang abang.

<><><><><><><><><>

ARSHAKA DAN DUNIANYA || CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang