Setiap orang mempunyai masalah yang berbeda. Cara pengolahan emosi orang juga berbeda-beda. Ada yang silent treatmen, ada yang teriak tidak jelas, dan masih banyak lagi. Tapi, jauh dari semua masalah itu, setiap orang berhak mengeluarkan semua emosinya dengan cara yang berbeda.
-Arshaka-
<><><><><><><>
Sepulang sekolah, Haidar dan Raden berniat menginap di rumah Shaka. Mereka sudah datang di rumah Shaka. "Lo pada beneran mau nginep?"tanya Shaka.
Untungnya ketika Shaka skatting tadi tidak membutuhkan waktu lama untuk ke dua temannya menunggu. Dan untuk les, diliburkan terlebih dahulu.
"Haah lah. Dikira bercanda kalik gue!"jawab Haidar.
"Pada bawa baju ganti ma seragam buat besok?"tanya Shaka lagi. Ia sedang melepas sepatu dan kaos kakinya sebelum memasuki rumah.
"Udah ada, tenang ae,"
Mereka bertiga masuk ke dalam. Allea sangat menyambut kedatangan sahabat dari Shaka ini. Menyuruh mereka mandi terlebih dahulu agar tubuhnya merasa segar setelah beraktifitas di luar rumah.
Setelah mereka mandi juga, mereka bertiga berkumpul di kamar Shaka. Karena kamar Shaka yang menghadap ke arah halaman belakang membuat angin yang berhembus dengan kencang itu masuk ke dalam kamarnya.
"Bagus amat kamar lo Shak! Rapih lagi, kagak kek gue," Raden berujar.
Untuk kamar seorang laki-laki, kamar Shaka ini termasuk sangat rapi. Dari semua buku pelajaran ditata sangat rapi. Dan yang paling penting, kamar Shaka ini harumnya sama dengan pemiliknya.
"Biasa aja."
Haidar beranjak dari duduknya untuk melihat jendela Shaka yang terbuka. "Shaka. Gue mau tanya dong sama lo. Lo tau gue itu enggak bisa banget ngontrol emosi, cara lo ngontrol emosi lo itu gimana?"tanya Haidar menatap Shaka yang duduk sembari membaca buku ceritanya.
"Cara gue? Gue enggak punya cara. Lo jangan tanya gue dalam hal ini, karena gue juga enggak tau caranya ngontrol emosi gue juga." Shaka berucap tanpa mengalihkan pandangannya dari buku ceritanya.
"Cara pengalihan emosi lo Shak?"tanya Haidar lagi. Raden diam mendengar semua pembicaraan dari ke dua sahabatnya.
"Skatting. Cara gue skatting. Atau enggak, gue dengerin musik dan menulis sebuah diary,"jelas Shaka.
"Kenapa memang?" Shaka beralih bertanya pada Haidar. Haidar menggeleng pelan.
"Dar, tiap orang punya masalah berbeda. Gue tau lo juga punya masalah yang mungkin enggak bisa lo ceritain ke gue atau ke Raden, tapi enggak papa. Dari tadi lo nanya terus ke gue bagaimana ngontrol emosi dan pengalihan emosi. Cara orang beda-beda Haidar. Ada caranya kayak gue, ada juga yang lain. Tapi, jauh dari semua itu, lo berhak ngeluarin emosi lo dengan cara yang berbeda. Enggak harus sama kok," Shaka berucap.
"Jangan sampe lo gila gegara enggak bisa ngeluarin emosi lo yang tertahan Dar."sahut Raden.
"Makasih guys. Makasih banget. Gue jadi dapet pencerahan deh,"kekeh Haidar mengusap matanya yang sedikit berair.
"Jangan sungkan untuk berbagi cerita. Karena kita itu satu! Yang satu sedih, semua ikut sedih!" Raden menepuk bahu ke dua sahabatnya.
<><><><><><><><><>
"Shaka. Bawa temannya makan dulu nak. Ini sudah jam makan malam!" Allea berteriak dari luar kamar Shaka.
Setelah mereka salat berjamaah, Allea sang bunda Shaka memanggil mereka untuk melakukan makan malam. Lauknya sederhana saja, tak perlu yang mewah. Mereka bertigapun keluar dari kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSHAKA DAN DUNIANYA || Completed
Teen FictionPemuda penyuka camera dan dunia tentang skatting. Tak hanya itu, ia juga sangat menyukai senja, malam, pelangi, dan hujan. Pemuda yang sangat sabar, kuat, penyayang, dan lembut. Pemuda yang sangat suka mengabadikan segala kenangan. Ya, dia adalah Ar...