Semua pasti selalu ada alasan. Alasan yang menjadi balik dasar untuk melakukan sesuatu.
-Arshaka-
<><><><><><><>
Pagi hari ini masih sama dengan pagi hari yang sudah dilewatinya. Hanya saja mentari masih malu-malu untuk menampakkan dirinya pada semesta. Shaka masih saja enak memandangi langit pagi dari jendela kamar rawatnya.
"Pagi Shaka,"
Shaka menoleh ke arah pintu. Ternyata Bhavin yang membukanya. Bhavin duduk di kursi dekat ranjang. "Gimana?"
"Hah? Gimana apanya mas?"tanya Shaka heran.
Bukannya menjawab, Bhavin malah tertawa melihat wajah Shaka. "Badannya lah Shaka. Gimana sih?"
Shaka manggut-manggut. "Oh. Udah lumayan baik kok mas"
"Mungkin kalo sudah lumayan baik sore hari ini bisa dipulangkan,"
"Benar mas?"
Bhavin mengangguk.
Shaka menatap Bhavin yang sedang mengatur saluran infus Shaka. Walau dia bukan spesialis seperti ayahnya yang mengambil spesialis kanker, ia juga tau jika itu infus, masa membenarkan infus saja tidak mengerti bagi seorang dokter.
Dia memang tidak mengambil spesialis itu, alasannya karena ia tak mau kalau harus satu spesialis dengan sang ayah, apalagi berurusan dengan yang namanya cuci darah. Ia punya trauma sebenarnya dengan penyakit kanker. Ibunya meninggal dunia karena penyakit itu telah merenggutnya.
Dan, mendengar Shaka yang juga sakit itupun entah mengapa membuatnya sedih. Padahal ia bukan siapa-siapa Shaka, bertemu saja hanya satu kali ketika di cafe itu. Tapi ada rasa takut kehilangan yang ia rasakan dalam hatinya.
Dan sekarang ia itu mengambil spesialis anak. Ia juga suka dengan anak kecil walau wajahnya dingin seperti kutub utara.
"Semangat ya? Adeknya mas?"
Shaka cengo. "I-iya. Rasanya kok aneh sih mas, tau kayak punya abang gini. Dahal kan aku sendiri anak pertama lagi. Aneh ih" Shaka bergidik sendiri membuat tawa Bhavin kembali pecah.
Dokter Bastian yang ada di luar ruangan melihat puteranya dan pasiennya sangat begitu akur tersenyum hangat. Tawa puteranya kembali setelah sang ibu meninggal dunia. Bastian sendiri senang karena Shaka bisa mengembalikan senyum puteranya kembali.
<><><><><><><><><><>
"Apa kamu senang boy dengan kehadiran Shaka?"tanya Bastian. Sontak pertanyaan itu dijawab anggukan kuat oleh Bhavin.
"Bhavin seneng pa. Bhavin kayak punya saudara"
Dokter Bastian tersenyum teduh pada anak tunggalnya. "Jagain dia juga kalo kamu mau,"
"Itu pasti pa, karena Shaka udah Bhavin anggap adek. Dan Bhavin enggak mau ngerasain kehilangan. Papa harus bisa nyembuhin Shaka ya?"
"Papa akan terus berusaha boy."
"Aku pegang janji papa."
Bhavin keluar dari ruangan Bastian. Bastian menghembuskan nafasnya kasar, ia sendiri saja tidaklah yakin atas ucapannya tadi. Memang, sebagian banyak yang sembuh dari penyakit itu karena pengobatan yang ia beri, namun juga banyak yang tidak selamat. Dan itu ketakutan Bastian. Takut bahwa ia tidak bisa menepati janjinya dengan puteranya.
<><><><><><><><>
"Weh Shak. Dokter yang semalam kaya kenal sama lo deh,"
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSHAKA DAN DUNIANYA || Completed
Novela JuvenilPemuda penyuka camera dan dunia tentang skatting. Tak hanya itu, ia juga sangat menyukai senja, malam, pelangi, dan hujan. Pemuda yang sangat sabar, kuat, penyayang, dan lembut. Pemuda yang sangat suka mengabadikan segala kenangan. Ya, dia adalah Ar...