Mencintaimu adalah pilihanku. Senang, sedih itu resikoku karena aku telah memilihmu sebagai bagian hidupku.
-Alana-
<><><><><><><>
Malam ini, Shaka les. Kegiatan sehari-harinya. Melelahkan memang, terlebih dengan ditambahnya penyakitnya. Setelah sore tadi bersama dengan adiknya, ia pulang ke rumah. Lesnya tak lama, hanya dua jam saja. Setelah itu, ia ingin menelfon Alana kekasihnya.
Berniat telefon biasa, namun rasa rindunya tak tertahankan untuk tidak melihat wajah Alana, jadi ia memilih untuk video call.
"Halo Lan"
"Halo kak gimana hari ini? Udah minum obatnya belum. Jangan telat loh"
Shaka tersenyum manis. "Udah kok. Ini baru selesai les. Maaf ya sibuk terus sampe lupa ngabarin kamu,"
"Enggak apa-apa kak. Toh aku enggak mempermasalahkan itu, intinya kakak baik-baik aja udah cukup kok buat aku"
Disana Alana tersenyum imut. Shaka jadi gemas sendiri melihatnya. Shaka dan Alana berlarut dalam telefon itu. Allea melihat puteranya tersenyum malu. Ia tak ingin berniat mengganggu.
Oh iya, Allea hampir lupa ingin mengatakan hal penting ini ke Shaka. Ia akan membicarakan ini secepatnya pada Shaka, agar tidak terlalu memakan waktu banyak.
Shaka dan Alana sudah selesai telefonan, Allea menghampiri duduk di sebelah Shaka. "Nak. Bunda mau ngomong sama Shaka. Ini penting banget, bunda mohon Shaka mau ya denger bunda?"
"Iya bunda.."
Allea menatap wajah puteranya. "Bunda mau Shaka kemo. Ya? Shaka mau kan? Dokter menyarankan itu sama bunda. Dokter mau Shaka sembuh"
Shaka terdiam. "Bukannya kemo itu enggak membuat sembuh bunda?"
"Itu memang tidak membuat kamu sembuh sayang, tetapi itu bisa menghambat penyebaran kanker ke organ yang lain Shaka. Mau ya? Demi bunda?"
Shaka masih diam, detik selanjutnya ia mengangguk pelan. Tanpa sadar setetes air mata turun membasahi pipi tirusnya. Allea menyadari itu, ia memeluk tubuh Shaka. Mengusap surai anak laki-lakinya lembut.
"Anak bunda kuat, bunda yakin Shaka bisa. Kalo perlu bunda bawa Shaka ke luar negeri, biar Shaka sembuh!"
Shaka diam, meremat ujung baju Allea. Allea selalu mengeluarkan kata penenangnya, yang sialnya selalu membuat Shaka tenang. Ia sudah tidak berharap apapun terhadap ini. Kecuali...ayahnya.
<><><><><><><><>
Di rumah Ardian. Veno melihat sang ayah sedang fokus bekerja dengan laptop di pangkuannya. Ia menghembuskan nafas kesal. Ia mendekat. "Ayah kapan selanya?"tanyanya.
Ardian langsung menutup laptopnya, lalu tersenyum ke arah Veno. "Mau ngapain kita sayang?"
Veno terdiam. "Mau ngobrol serius sama ayah."
Ardian membetulkan duduknya. Ditatap mata sang ayah dalam, "Ayah, Veno mau keluarga kita lagi. Apa ayah bisa kembalikan lagi?"
"Ayah bisa, kecuali enggak ada anak itu lebih gampang ayah dapetim bundamu lagi Veno," ucap enting sang ayah.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSHAKA DAN DUNIANYA || Completed
Teen FictionPemuda penyuka camera dan dunia tentang skatting. Tak hanya itu, ia juga sangat menyukai senja, malam, pelangi, dan hujan. Pemuda yang sangat sabar, kuat, penyayang, dan lembut. Pemuda yang sangat suka mengabadikan segala kenangan. Ya, dia adalah Ar...