23. Uji Coba

375 85 7
                                    

Setelah selesai memakan sorbet, mereka tak langsung keluar dari kedai, Dolce Tropium dihampiri beberapa bangsawan untuk sekedar menyapa; lebih tepatnya mencari perhatian, karena saat ini ia memegang hak asuh penerus sekaligus memegang kendali dari kediaman Tropium.

Helio meratapi pemandangan itu dari kejauhan, sampai sekarang, orang di balik malam berdarah itu juga belum ditemukan, orang-orang bekesimpulan bahwa itu adalah perbuatan dari keluarga yang memiliki dendam pada keluarga Tropium, belum Helio tak kunjung mendengar kabar dari Leander, keberadaannya seperti hilang ditelan bumi. 

Matanya menelisik sang paman.

Hingga sekarang, yang paling diuntungkan dengan kematian orang tuanya adalah dia.

'Apa aku berpikir terlalu keras...?'

Lamunan Helio terbuyar tepat saat ia merasakan seseorang jalan melewatinya, dari rambut ungu yang mencolok, Helio tak membutuhkan banyak waktu untuk memutuskan bahwa itu jelas Medeia, orang yang tanpa rasa bersalah menyinggung dirinya di pertemuan pertama mereka setelah 3 bulan lebih lamanya.

"Putri," panggilan Helio itu menghentikan langkah Medeia, "sebelum pulang, bukankah harusnya anda meminta maaf terlebih dahulu?"

"Mengatakan perkataan menginjak-injak seperti itu, angka pertemuan kita bahkan tak mencapai 5 kali, tahu apa anda tentang saya?" Helio menatap putri Beliard itu dengan tajam, namun ia tak berteriak, tangannya terkepal, dan jelas ia masih berusaha untuk menjadi sopan.

'Benar terpancing...' Medeia menyipitkan matanya, walau reaksi Helio bahkan masih terbilang begitu sopan, Medeia sudah siap diteriaki, bagaimanapun perkataannya memang benar-benarmenyinggung, jika Medeia mendapati seseorang berkata seperti itu padanya, Medeia mungkin akan memerintahkan pelayannya untuk memotong lidah orang tersebut.

Mata ungu gadis itu bergulir ke arah Dolce Tropium yang menerima tatapan kagum dari bangsawan lain, tak lama, ia menoleh pada Helio lagi.

Dia menarik lengan anak yang lebih muda 2 tahun darinya itu pelan, lalu berbisik,

"Itu karena kau terlihat bersemangat sekali untuk mati," alis Helio makin mengernyit, ia baru saja akan membuka suara sebelum Medeia melanjutkan perkataannya, genggaman gadis itu pada lengan Helio mengerat, "diam dan dengarkan baik-baik, aku tidak punya banyak waktu, jadi akan kukatakan secara singkat..."

"Berhati-hatilah pada pamanmu, Dolce Tropium," ia berbisik, "kalau tidak, kau bisa mati di tangannya."

Deg!

Helio terdiam sebentar, ungkapan Medeia itu seperti jawaban atas kegelisahannya selama ini, tapi ia tidak belum ingin langsung mengambil kesimpulan hanya dengan beberapa pasang kalimat, dia butuh alasan lebih lagi.

"Untuk apa dia menggunakan cara seperti itu?" Helio memiringkan kepalanya, memberikan pertanyaan lanjut walau ia sebenarnya sudah memiliki pikiran tersendiri, "jika memang ingin warisan, bukankah harusnya ia memang membunuh saya terlebih dahulu? Saya kan lemah."

Helio bukannya tidak ingin mendengarkan, ia butuh sisi pandang lain, dalam pikirannya yang memang sudah curiga sejak awal, masih ada beberapa bantahan yang bisa mendukung pamannya, maka dari itu ia butuh sisi pandang dari orang cerdas seperti Putri Medeia, sebenarnya dibandingkan membantah ucapan gadis itu, Helio lebih mengarah ke meminta pendapat yang bisa memantapkan hatinya.

"Justru karena kau itu lemah," Medeia membalas ucapannya, "jika kau dibunuh paling awal, tentu saja semua orang akan mencurigai kerabat Tropium termasuk pamanmu itu, tapi jika kau, si Pewaris, dibiarkan hidup, hanya sedikit orang yang mencurigai kerabat Tropium dan kebanyakan curiga pada musuh-musuh Tropium sejak lama, kau lihat sendiri, 'kan?"

MASTERMIND | Helio TropiumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang