37. Pria Aneh

353 75 7
                                    

"Aku dengar Kakak mengunjungi kediaman Poli 3 hari lalu?" Medeia bertanya dengan tenang, ia menatap pada sosok Athella yang duduk manis di depannya kini.

"Benar," Athella menjawab.

"..."

Medeia memotong-motong pai labunya, kemudian menyuapkan satu-persatu potongan itu ke dalam mulut. Sementara Athella hanya memandangi sosok surai gelap itu.

"...Bagaimana keadaan Psyche?"

"Dia lebih kurus," sang surai terang itu menjawab lagi, "sepertinya juga agak kurang tidur."

Medeia terdiam lagi.

"Kau tak pernah mengiriminya surat?" Athella bertanya; pura-pura tak tahu (padahal dia sudah dengar dari Psyche).

"Tidak," Medeia menjawab, ia mengambil cangkir teh dan menyesap isinya, "aku tak tahu harus berkata apa... tak ada juga hiburan yang bisa kusampaikan."

"Bagiku suratmu saja sudah cukup untuk menghiburnya, kok," Athella tersenyum tipis, "kau tak perlu mencoba untuk menghiburnya dengan perkataan apapun, dia pasti sudah menerima kalau kau dan Putra Mahkota memang pasangan."

"Kalian, 'kan, benar-benar berarti bagi satu sama lain."

Medeia hanya diam saja; tak menanggapi dengan perkataan apa-apa. Namun ia jelas mendengarkan.

"Lagipula ia membiarkan orang yang ia cintai bersama sahabatnya yang sangat ia sayangi," Athella lagi-lagi melanjutkan, "bukannya itu sudah cukup untuk membuktikan rasa sayangnya padamu?"

[][][]

"Apa kabar, Kak?"

Athella mengatakan itu setelah melepqskan pelukannya dari Arabella—kakak perempuannya, Arabella hanya tersenyum.tipis.

"Baik."

Bohong.

Padahal jelas kantung mata wanita itu menebal, badannya juga mulai lebih kurus. Ini pasti karena stres akibat pindah ke kediaman Beliard, Athella hanya menelisik penampilan kakaknya dalam diam.

"Hei, kau jangan memandangiku begitu, ah," Arabella memukul pelan pundak adiknya sembari terkekeh, Athella hanya menarik napas, ia akhirnya tersenyum jahil.

"Ugh, aku tak juga mendengarkan kabar ponakan— hmp!"

"Hei, tadi kau kalem-kalem saja, malah kambuh lagi!" Arabella mengomel, Athella yang masih dibekap tidak bisa tidak tertawa, "tawamu muncrat, ih!"

Arabella menarik tangannya dan menggerutu, ia melap tangannya sendiri dengan sapu tangan yang ia bawa. Athella hanya melihat itu sembari terkekeh.

"Kakak ipar di mana?"

Gerakan Arabella memelan, ia mempertahankan pengelihatannya tetap mengarah pada tangan yang sudah bersih ia lap.

"Ruang kerja."

"Oh," Athella mengangguk ringan; berpura-pura seolah tak mengetahui ada masalah apa, kakaknya juga tak akan suka jika ia tahu, itukan masalah rumah tangganya. Sepertinya Dekis mulai memasuki fase stres akibat mengetahui apa saja yang sudah dilakukan oleh keluarga Beliard, apalagi di masa peperangan.

'Aku tak tahu harus bagaimana dengan ini, tapi jika kak Dekis memilih pergi... Beliard akan benar-benar kacau,' Athella membatin, matanya melirik pada Arabella yang menampilkan ekspresi seolah tak ada apa-apa, 'jika kak Dekis pergi dan Meddie posisinya adalah Putri Mahkota, Beliard yang sekarang tak ada pilihan lain selain menyerahkan kedudukan Duke pada kerabat terdekat nantinya..'

MASTERMIND | Helio TropiumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang