33. Ikatan Tanpa Genggaman

416 77 12
                                    

Sejak hari pertemuannya dengan Sri Paus hari itu, Athella jadi sulit untuk tidur nyenyak.

'Apa maksudnya "diundang Dewa?" apa entitas satu itu pikir dunia ini semacam pesta pora?'

Athella berdecak, ia melirik surat-surat undangan pesta teh yang sudah dikirim padanya beberapa hari terakhir semenjak pertunangannya dengan Helio diumumkan, Kekaisaran betulan heboh, dan banyak sekali reaksi dari publik yang mereka dapatkan, walau keduanya memutuskan untuk sama-sama tak peduli.

"Nona, Tuan Helio sudah datang," Athella mendongak pada pelayannya; Ernie yang ikut dengannya semenjak Athella memutuskan untuk menetap di Ibukota bahkan sebelum ia menikah (setelah susah-payah meminta persetujuan Asher, lelaki rambut sebahu itu kesusahan menerima fakta bahwa saudari-saudarinya sudah tidak tinggal di rumah semua) karena kelelahan jika harus bolak-balik dari Viscounty ke Ibukota, padahal urusannya lebih banyak di sini, waktu awal-awal saja sudah banyak yang ia urusi dan ia belum dapat istirahat yang baik sampai sekarang.

Belum lagi masalah dengan Sri Paus yang membuatnya makin stres, gadis itu bisa merasakan tubuhnya yang menghangat.

"Katakan padanya untuk langsung masuk kemari saja," mata Ernie membola, "jangan lupa siapkan jamuan, Ernie."

"Nona, berduaan sebelum menikah itu agak..."

"Kau seperti tak pernah melihatku berduaan dengan Andreas saja," Athella membalas sembari mulai membereskan tumpukan-tumpukan surat di mejanya, "lagipula dia tunanganku, wajar, 'kan?"

Ernia merasa perkataan Nona-nya itu benar, maka tanpa berbicara apa-apa lagi, Ernie membungkuk dan segera berjalan keluar, Athella kemudian mengembuskan napasnya lelah, wanita itu memijat pangkal hidungnya, sudah dua minggu ini ia tak bisa tidur nyenyak barang sedikit, entah faktor eskternal atau kebalikannya.

Tak lama, pendengaran Athella menangkap suara pintu yang terbuka, kelopak mata wanita itupun tersingkap; mendapati Helio yang berjalan masuk.

"Marquess," panggilnya, "maaf karena membuatmu berjalan kemari."

"Tidak apa," Helio mendudukkan dirinya di kursi di hadapan Athella, "saya lebih suka di ruangan ini dibanding taman kaca di luar, terlalu banyak mata yang mengawasi."

Sudah Athella duga; keduanya memang sama-sama menyukai privasi. Wanita itu tersenyum tipis, "Syukurlah kalau begitu."

Helio menelisik penampilan Athella yang nampaknya kurang baik, kantung matanya menggelap dan wajahnya kelihatan lelah, tapi lelaki itu diam saja, matanya beralih melirik tumpukan surat undangan yang sudah disusun rapi.

"Sepertinya pertunangan kita memang mengundang banyak reaksi," lelaki itu memecah hening.

Athella yang mendengar itu terkekeh pelan.

"Tentu saja, siapa yang tak akan tertarik dengan pertunangan pahlawan perang abad ini?" wanita itu tersenyum jenaka, "apalagi itu adalah sosok yang disebut-sebut 'Peri Bulan'."

Mendengar itu membuat Helio malu sendiri, ia memang tahu kalau para rakyat dengan konyol menyebutnya begitu, bahkan "peri bulan" sendiri sudah masuk ke dalam cerita-cerita dongeng nasional, tapi ia berusaha kelihatan datar-datar saja, lelaki itu mengalihkan pandangan padahal tahu kalau Athella peka dengan apa yang sedang ia rasakan.

Athella hanya terkekeh pelan, tapi tiba-tiba dengungan memenuhi telinganya, senyumannya mulai luntur walau ia berusaha pertahankan. Helio yang melihatnya hanya mengernyitkan kening.

"Sudah berapa lama anda tak tidur?" Athella belum menjawab karena pandangannya tiba-tiba menggelap, wanita itu menelungkupkan wajahnya di antara lipatan tangan dan berdiam dalam posisi itu untuk beberapa saat.

MASTERMIND | Helio TropiumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang