44. Mulai Rindu

335 62 9
                                    

Tok tok, tok.

Terdengar suara dari permukaan luar jendela. Dari nada ketukannya, Athella bisa langsung mengetahui itu siapa, kakinya ditegakkan dan mulai melangkah ke arah jendela untuk menyingkap dua belah pintu yang menutupi; menampilkan sosok yang sudah sering mendatangi.

"Halley," embusan angin masuk bersamaan dengan Helio, membuat surai dua sejoli tersebut beterbangan digiring angin karenanya, Athella cepat-cepat menutup sepasang daun pintu tersebut---memasukkannya lagi ke dalam bingkai jendela.

Grep!

"Sudah lama kita tak bertemu..." Helio menggumam tepat di ceruk leher sang wanita yang terekspos, "aku rindu..."

Athella hanya tersenyum tipis, mengusak bagian belakang rambut tunangannya itu. Memang terhitung seminggu sejak Athella waktu itu bertemu dengan Pheron. Helio dan Athella tak bertemu selama itu, kebanyakan karena Athella juga lebih sering bertemu Psyche. Atau berbicara dengan Pheron, walau hanya dua kali dihitung dengan pertemuan resmi pertama keduanya. Helio juga sibuk, tentu saja, dengan jabatannya sebagai Marquess, sebenarnya sulit untuk Helio meluangkan waktu apalagi di siang hari.

"Senang sekali bertemu denganmu lagi, Halley," Athella berucap, "bagaimana kabarmu?"

"Aku baik," Helio membalas singkat, ia menarik diri dari rengkuhan antar keduanya, menunduk untuk menatap Athella dalam, "dibanding itu, aku membawa sesuatu."

Athella memiringkan kepalanya. Tak lama, Helio mengeluarkan sebuah gulungan kertas, sang gadis mengerjap pelan, ia mengambil surat itu ke genggamannya dan mulai membuka gulungannya setelah menarik tali simpul yang mengikat. Tulisan khas rapi milik Helio dalam bahasa Eperanto tertulis di dalamnya.

"Ini..."  mata Athella bergulir, membaca kalimat-kalimat yang terangkum di dalamnya, "latar belakang Pheron...?"

Helio tersenyum lembut, "Aku pikir kamu membutuhkannya."

Athella kembali membaca, isinya cukup panjang, namun tentu saja ini jelas cukup praktis, rangkuman efisien berisi infromasi-informasi yang dibutuhkan. Athella kembali mendongak dan menatap Helio dengan pandangan tak bisa diartikan.

"Kamu melakukan semua ini dalam jangka seminggu?"

"Aku tak butuh waktu terlalu lama untuk menulisnya, mengerjakan dokumen itu sudah menjadi keahlianku," Helio menyelipkan beberapa helai pirang terang itu ke belakang daun telinga sang gadis, "lagi pula cuma butuh waktu lima hari untuk mengumpulkan informasi-informasi lengkap."

"Berarti cuma ada dua hari untuk kamu bisa merangkum ini semua dengan begitu baik..." Athella menggumam, ia segera menilik Helio lagi, kantung mata lelaki itu lebih gelap dari biasanya, "Halley, ini sangat baik, terima kasih. Kamu pasti sangat kesusahan..."

Athella betul-betul berterima kasih tentang kepekaan Helio, wanita itu memang sudah tak bisa lagi terlalu mengandalkan memori pengetahuan masa depan yang sudah memburam di tengah perubahan besar-besaran yang terjadi, gadis itu membaca paragraf yang sama berulang-ulang sebelum menggulungnya lagi dan meletakkannya di meja.

"Aku tak lebih kesusahan darimu," lelaki itu membalas lembut, "kamu pasti dipenuhi keresahan soal hubunganmu dengan orang-orang Kuil."

Athella hanya tersenyum saja, "Aku sudah menduganya dari awal sejak aku datang ke dunia ini, kok..."

"Datang...?"

Helio memiringkan kepalanya, "Maksudmu, kamu aslinya dari dunia lain?"

"Begitulah," Athella terkekeh, ia merapikan poni Helio dengan ujung jari-jemarinya, Helio diam saja, tak lama memegangi pergelangan tangan Athella.

MASTERMIND | Helio TropiumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang