42. Tunangan

406 65 9
                                    

"Psyche sempat mati, 'kan?"

Napas Athella tercekat sejenak, namun dia selalu saja cepat beradaptasi, perempuan itu mengangguk, "Benar."

"Itu artinya, Psyche harus mati lagi jika ingin bertukar tubuh," Athella kembali bersandar pada pintu sembari bersedekap dada, Medeia hanya mengembuskan napas.

"Itu lumayan merepotkan.."

"Maksudmu, mengkhawatirkan?" sang pirang terang menyeringai, sementara Medeia hanya mendengus sebagai respon. Athella jelas tahu kalau Medeia benar-benar memedulikan Psyche walau tak menunjukkannya secara langsung, mulai dari tak mempercayai fakta bahwa Psyche tak mengkhianatinya bersama Iaros. Di cerita asli saja, Psyche sudah ditekankan sebagai sosok yang mampu membuat Medeia Beliard "jatuh hati" (dari perspektif Helio).

Embusan angin lagi-lagi kencang untuk malam ini. Athella mendongak menatapi hamparan langit yang seolah dilapisi oleh selimut cantik bermotif bintang-bintang dan lampu terang yang menyerupai bulan--namun semua pemandangan cantik itu adalah realita yang mereka hadapi, langit tak sedang ditancapi teknologi proyektor yang super canggih dan futuristik, tak pula dicat dengan gelap agar kebiruannya lebih nampak, semua itu nyata, hanya Athella saja yang dulu terlalu biasa dengan langit berlapis polusi.

"Rupanya alam semesta seindah ini, ya."

Medeia menoleh pada Athella yang menyorot kagum; seolah mendapati kemewahan yang tak ada bandingannya dibandingkan kemegahan berlapis emas dan berlian yang telah disediakan di dalam, Medeia menaikkan sebelah alis, ikut menyoroti bagaimana alam semesta yang bisa matanya dapati bekerja.

Srak, srak.

Baru saja keduanya sibuk menilik langit, suara semak-semak tercipta dekat dari di mana kedua gadis itu berdiri, Athella dan Medeia beralih saling memandang, namun, Athella tak lama tersenyum tipis, ia mendengus pelan.

"...Halley."

Muncul sosok yang sudah dipanggil tadi dengan senyum di wajahnya, "Maaf datang tanpa memberi tahu, tapi saya lumayan kesepian di dalam."

Medeia terkekeh pelan.

"Bilang saja kau tak rela tunanganmu kupinjam terlalu lama, dasar pelit."

Helio merona.

"Maksud saya bukan seperti itu! Saya tentu ingin bertemu Putri juga."

"Apa benar begitu?"

Athella hanya menyimak saja dan tertawa sesekali, Helio memang mudah sekali digoda hingga wajahnya benar-benar panas. Dia ingat dulu Helio sering sekali merajuk padanya karena Athella yang menemukan kesenangan dalam menjahili Helio habis-habisan. 

Tapi bagi Athella belum sekarang saatnya menikmati suasana canda-tawa ketika ada hal lebih serius untuk ditangani, Athella menatap ke arah tubuh Psyche yang kini diisi oleh jiwa Medeia dengan lamat-lamat.

"Meddie, jadi bagaimana pendapatmu?" sosok paling tua di antara mereka kini angkat bicara lagi, memusat atensi padanya, "tentang bertukar tubuh-"

"Dan secara sengaja membuat Psyche membunuh dirinya sendiri?" Medeia menginterupsi, rautnya netral, namun Athella bisa merasakan emosi negatif di dalamnya, jelas saja Medeia sekarang tidak akan setuju, "memangnya seberapa besar kemungkinan bahwa itu akan berhasil? Dan bisa saja ada penyebab lain, bagaimana kalau "Medeia" yang di dalamnya ada Psyche malah berujung mati?"

Jika saja Athella bukan sosok yang paham betul tentang bagaimana sebenarnya kekuatan Psyche bekerja, jika saja bukan hanya dia selain Psyche dan pasangan suami-istri Poli yang tahu tentang berkat yang Psyche miliki, Athella akan setuju dengan Medeia. Ia tak akan berani mengatakan hal berisiko seperti ini, tapi sayangnya, dibanding mereka semua, Athella yang paling tahu, namun dia juga yang paling tak bisa berbuat apa-apa.

MASTERMIND | Helio TropiumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang