55. Keraguan Kecil

192 28 3
                                    

Warning: chapter kali ini ada sedikit adegan 17+ ya, gak parah-parah amat kok. Tapi, mohon kebijakannya dalam membaca (^з^)-☆

———

"Yang Mulia, senang bertemu Anda."

Iaros memandangi sang surai ungu yang duduk tepat di hadapannya kini, dia berpakaian baik - sesuai dengan selera Iaros, rambutnya terurai dengan beberapa helai yang dikepang dari dua sisi sebelum diuntai kebelakang dengan longgar.

"Bagaimana kabarmu?" Iaros bertanya santai, mengangkat cangkir tehnya untuk menyesap sedikit cairan manis yang hangat tersebut untuk mengalir ke tengorokannya.

"Saya baik," Medeia menjawab dengan jawaban yang jelas, bagaimanapun, tak bisa ada jawaban lain, mereka baru saja bertemu kemarin di pernikahan Helio dan Athella, akan aneh jika Medeia menjawab sebaliknya dari apa yang ia katakan.

Tangannya bergerak mencampurkan balok gula ke dalam tehnya yang masih berasap, Iaros menilik semua gerak-gerik itu dengan saksama.

Aneh.

Medeia Beliard jadi benar-benar aneh semenjak malam itu.

Sosok yang jelas menampakkan perlawanan sejak awal dan tak ingin ia kendalikan kini seolah memenuhi segala keinginan Iaros tanpa lelaki itu harus berujar, di sisi lain, perkataan Iaros saat itu belum dibalas oleh Medeia. Namun tindakannya kini benar-benar menunjukkan bahwa dia akan menjadi sosok penurut.

Untuk menjadi pasangannya, menjadi Ratunya.

Haruskah Iaros senang dan menerima semua itu tanpa berpikiran apa-apa?

Tidak, dia tidak bisa.

"Ada apa tiba-tiba mengajak bertemu?" akhirnya pertanyaan yang sudah lama menyenggol-nyenggol ujung tenggorokannya untuk dikeluarkan meluncur bebas dari cerat wajah lelaki itu. Sementara sang wanita tetap tenang, ia meneruskan menyesap tehnya sebelum menaruh kembali tatakan serta cangkir di atas meja.

"Saya pikir tak ada masalahnya mengajak tunangan saya bertemu walau untuk masalah sepele," Medeia menjawab tenang.

"Seperti?"

"Entahlah, saya ingin melihat Anda."

"Pft-" Iaros mengalihkan pandangannya dan mendengus, pura-pura sekali. "Ingin melihatku? Kau rindu?"

Medeia mengangkat pandangannya dan menatap sang pria dalam diam - tak mengeluarkan lisan apapun untuk menjawab.

Keheningan itu makin membuat Iaros risi rasanya. Ia menghela napas, tak mungkin seorang Medeia Beliard bersungguh-sungguh merindukan Iaros. Tapi di sisi lain dalam dadanya, ada rasa asing yang menggelitik, Iaros tidak tahu itu apa - tidak, tepatnya, sang pria tak ingin tahu perasaan macam apa yang kini sedang menggerayangi bagian sudut di dalam dadanya.

'Dia kelihatannya ingin bermain-main, ya?' sudut bibir Iaros tertarik ke atas, ia memilih memiringkan kepalanya, 'baiklah, permainan macam ini bisa dimainkan lebih dari seorang.'

"Ada apa tak menjawab?" Iaros memajukan wajahnya, Medeia tak menunjukkan reaksi apapun, "kau betulan merindukanku? Omong kosong apa yang ingin kau perdengarkan, Beliard?"

Sementara Medeia sendiri, gadis itu merasakan bulu kuduk di tengkuknya berdiri tegak, gelagatnya yang tenang berkebalikan dengan pikirannya yang berkecamuk tak rela. Ini jelas bukan hal yang biasa ia lakukan, bukan hal yang ia inginkan. Hanya saja ia merasa perlu membuktikan sesuatu.

"Jika dipikir-pikir lagi, aku punya suatu kecurigaan," tangan Iaros maju untuk mengapit dagu Medeia di antara telunjuk dan jempol - menarik wajah Medeia mendekat ke arahnya, "apa kamu tahu? Psyche Poli akhir-akhir ini sedang menjadi pembicaraan."

MASTERMIND | Helio TropiumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang