46. Bukan Hanya Rindu

334 61 11
                                    

"Apa? Firman telah turun?"

"Benar, Yang Mulia."

Iaros memutar-mutar gelas wiskinya, menatap lurus ke arah depan, hanya ada bunyi dentingan dari es dan gelas kaca yang saling beradu. Bukan suara yang berisik, namun bukan juga menimbulkan ketenangan.

"Apa isi firman-Nya?"

Sang pelayan meneguk ludah.

"Soal itu, Yang Mulia..." ia memelankan nada suaranya, membuat mata Iaros tergulir dengan alis terangkat, "pihak Kuil tak ingin mempublikasikannya."

Mendengar itu, gerakan Iaros terhenti. Matanya membola, namun tak lama, bersit lolos dari bibirnya.

"Pft-" pria itu meletakkan gelasnya di meja samping sofa, menyeringai, "tidak mempublikasikan, atau bayar dulu baru diberikan?"

Hening menyambut pertanyaan Iaros yang memang tak perlu dijawab, pria itu juga tak mempermasalahkannya. Malahan kini senyum melapisi wajahnya yang tadi kelihatan menampilkan suasana hati buruk, duduknya diluruskan.

"Yah, mereka memang selalu begitu, orang-orang serakah yang mengatasnamakan agama," pria itu meregangkan badannya, "lagi pula akan susah juga untukku jika mereka benar-benar memiliki keimanan yang suci. Lebih baik begini."

"Kalau ada orang dengan keimanan sesuci itupun, aku pasti juga akan menyingkirkannya."

{}{}{}

"CEPAT! CEPAT!"

"Aduh, iya, iya! Aku tahu!" Pheron menutup telinganya sembari menaiki anak tangga, "telingaku sakit jika kau begini terus.."

"Padahal tadi kau bilang aku hanya perlu datang..." pria berkulit tan itu bergumam, "lucu sekali kau ini."

"Apa anda tidak tahu kalau niat masuk dan keluar toilet itu bisa berbeda?"

Pheron mendelik pada asistennya yang memasang ekspresi seolah tak terjadi apa-apa, ia menggeram kesal.

"Jangan mengumpati saya dengan tatapan begitu," asistennya mengedikkan bahu santai, "lagi pula mau bagaimana lagi?"

"Kau ini ...!"

"Sudahlah," keduanya kembali memijaki tangga untuk naik, "ini bahkan belum seperempat dari yang saya alami."

Pheron hanya mendengus kesal, tatapannya lurus ke depan dengan emosi yang lumayan tinggi. Lelaki itu bahkan mengabaikan sosok berjubah gelap aneh yang tak sengaja berabrakan bahu dengannya dan tetap saja berjalan lurus; mengabaikan omelan sang asisten.

"Aduh! Saya tahu anda ini marah, tapi jangan sembrono begitu, dong."

Sosok berjubah hitam itu terhenti langkahnya, kepalanya tertoleh ke belakang dengan rasa sambaran di bahu dan lengannya yang masih membekas, mata sosok itu memandang lurus ke arah Pheron yang berjalan abai ke depan.

"Hari ini berisik sekali."

Salah satu bawahan Kuil yang menemani itu menyahut, "Akhir-akhir ini para umat terus datang, tidak peduli siang atau malam," ia menjelaskan, menatap sosok yang ia pandu ragu-ragu, "apa anda inginsaya antar ke tempat yang lebih tenang?"

'Ath pasti juga datang, 'kan?' ia membatin.

"...Tidak," tudungnya tersingkap, "justru aku semakin senang kalau semakin berisik."

Orang Kuil hanya menatapnya diam, kemudian menganggukpelan.

"Kalau begitu mari lanjutkan, Marquess."

[][][]

MASTERMIND | Helio TropiumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang